BeritaPerbankan – Berdasarkan Keputusan Anggota Dewan Komisioner OJK Nomor KEP-38/D.03/2024, diterbitkan pada 30 April 2024, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) resmi mencabut izin usaha Bank Perekonomian Rakyat (BPR) Dananta Kudus yang beralamat di Jalan Ronggolawe Ruko Nomor 19 A, Kecamatan Jati, Kabupaten Kudus, Provinsi Jawa Tengah.
OJK menegaskan bahwa meskipun izin usaha dicabut, dana nasabah di BPR Dananta Kudus tetap aman karena dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sesuai dengan regulasi yang berlaku. Langkah ini merupakan bagian dari upaya OJK dalam menjaga stabilitas sektor perbankan dan melindungi kepentingan nasabah.
“Pencabutan izin usaha PT BPR Dananta merupakan bagian tindakan pengawasan yang dilakukan OJK untuk terus menjaga dan memperkuat industri perbankan serta melindungi konsumen,” kata Kepala OJK Provinsi Jawa Tengah Sumarjono.
Sumarjono menjelaskan bahwa prose pencabutan izin usaha BPR Dananta Kudus telah berlangsung sejak tanggal 13 Desember 2023, di mana OJK terlebih dahulu telah menetapkan PT. BPR Dananta sebagai bank dalam pengawasan khusus yaitu Bank Dalam Penyehatan, karena OJK menilai tingkat kesehatan bank tersebut masuk dalam kategori Tidak Sehat.
Pada tanggal 28 Maret 2024, OJK menetapkan BPR Dananta ke dalam status pengawasan Bank Dalam Resolusi. Keputusan ini diambil dengan pertimbangan dari OJK yang telah memberikan waktu kepada jajaran Direksi, Dewan Komisaris BPR serta pemegang saham untuk melakukan upaya penyehatan bank. Hal ini meliputi penanganan masalah permodalan dan likuiditas yang dihadapi oleh BPR Dananta. Langkah ini merupakan bentuk komitmen OJK untuk menjaga kesehatan dan stabilitas sektor perbankan dengan memberikan kesempatan kepada pengurus dan pemegang saham bank untuk memperbaiki kondisi kesehatan bank.
Dalam perkembangannya, jajaran Direksi, Dewan Komisaris, dan pemegang saham BPR dinilai tidak mampu melakukan upaya penyehatan yang diperlukan untuk memperbaiki kondisi BPR Dananta. Selanjutnya, berdasarkan Salinan Keputusan Dewan Komisioner Nomor 68/ADK3/2024 tertanggal 23 April 2024 tentang Penyelesaian Bank Dalam Resolusi PT BPR Dananta, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) telah menetapkan untuk tidak melakukan penyelamatan terhadap PT BPR Dananta dan LPS meminta OJK untuk mencabut izin usaha BPR tersebut.
“Dengan pencabutan izin usaha ini, LPS akan menjalankan fungsi penjaminan dan melakukan proses likuidasi sesuai Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan dan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan,” jelasnya.
OJK meminta nasabah tetap tenang menanggapi pencabutan izin usaha BPR Dananta dan memastikan hak nasabah terkait dengan simpanan mereka di bank akan diselesaikan oleh LPS melalui program penjaminan simpanan.
Sekretaris Lembaga LPS, Dimas Yuliharto mengatakan LPS siap menjalankan likuidasi terhadap bank tersebut dan memastikan dana nasabah aman dijamin LPS. Masyarakat diminta untuk tetap tenang dan sabar menunggu hasil proses rekonsiliasi dan verifikasi hingga proses pencairan klaim penjaminan simpanan.
Berdasarkan peraturan yang berlaku, proses tersebut bisa berlangsung hingga 90 hari kerja terhitung sejak bank dicabut izin usahanya. Namun LPS akan berupaya bekerja lebih cepat, bahkan dalam banyak penanganan klaim penjaminan, prosesnya dapat diselesaikan dalam waktu 7 hari.
“Bagi nasabah tidak perlu khawatir karena semua bank di Indonesia merupakan peserta penjaminan LPS. Jika ada bank dicabut izin usahanya LPS akan menjamin simpanan nasabah,” ujar Dimas.
Dimas menambahkan sejak 1 Januari 2024 hingga 29 April 2024, LPS telah membayarkan klaim penjaminan simpanan kepada nasabah bank yang telah dicabut izin usahanya sepanjang tahun 2024 dengan total simpanan mencapai Rp 237,17 miliar. Dana ini disalurkan kepada 10 BPR/BPRS dengan total jumlah rekening sebanyak 44.322 milik 42.248 nasabah.
LPS menegaskan bahwa kondisi perbankan BPR saat ini dalam kondisi yang aman. Dimas mengatakan penutupan 10 BPR/BPRS di paruh pertama tahun 2024 tidak berdampak signifikan terhadap keberlangsungan industri perbankan nasional.
LPS mencatat saat ini masih ada sekitar 1.600 BPR/BPRS dan mayoritas berada dalam kondisi yang sehat. Masyarakat juga diminta untuk tidak perlu panik karena dari sisi anggaran LPS memiliki aset yang lebih dari cukup untuk membayarkan klaim simpanan nasabah apabila bank dinyatakan bangkrut dan dilikuidasi.
Hingga pertengahan tahun 2024 total nilai aset LPS mencapai Rp222,66 triliun. Jumlah itu diprediksi masih akan bertambah hingga akhir tahun 2024. Sumber dana tersebut berasal dari modal awal dari pemerintah sebesar Rp 4 triliun, kontribusi kepesertaan yang dibayarkan oleh bank saat mendaftar sebagai peserta, premi penjaminan yang dibayarkan oleh bank setiap semester sebesar 0,1 persen dari Dana Pihak Ketiga (DPK), dan juga dari hasil investasi.
“LPS saat ini masih memiliki dana yang lebih dari cukup untuk menjamin dan membayar klaim simpanan para nasabah yang banknya ditutup,” kata dia.
Dimas menyatakan bahwa LPS telah bekerja sama dengan asosiasi BPR/BPRS, yakni Perbarindo, dalam mengambil langkah-langkah preventif untuk meningkatkan tata kelola BPR melalui berbagai diskusi dan workshop. Langkah ini diharapkan dapat mencegah penutupan atau pencabutan izin usaha BPR di masa mendatang.
“Jumlah BPR saat ini ada 1.600-an. Jadi masih banyak BPR yang sehat dan bagus-bagus. Bukan berarti adanya penutupan BPR membuat nama BPR rusak secara keseluruhan. Banyak sekali BPR yang berprestasi dengan berbagai inovasinya,” jelas dia.