BeritaPerbankan – Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) terus berinovasi dalam penanganan bank gagal demi menjaga kepercayaan nasabah perbankan. Didik Madiyono, Anggota Dewan Komisioner LPS Bidang Program Penjaminan Simpanan Resolusi Bank mengatakan bahwa LPS memiliki dua terbosan baru dalam penanganan bank yang dilikuidasi.
Pertama adalah percepatan proses pembayaran klaim penjaminan simpanan nasabah. Hal ini penting dilakukan untuk memberikan rasa tenang bagi nasabah bank gagal. Didik mengatakan berdasarkan data LPS, berkat inovasi yang dilakukan LPS, proses pembayaran klaim simpanan nasabah terus mengalami perbaikan.
Data dari LPS menunjukkan peningkatan positif dalam waktu pembayaran klaim dari tahun ke tahun. Sebelumnya, proses ini memakan waktu antara 9 hingga 14 hari kerja, namun sekarang telah dipercepat menjadi hanya 5 hari kerja. Berdasarkan UU LPS, lembaga penjamin simpanan diberikan waktu selama 90 hari kerja terhitung sejak bank dicabut izin usahanya oleh otoritas pengawas.
“Dalam rangka memberikan rasa tenang kepada masyarakat khususnya nasabah BPR yang dilikuidasi, tim LPS bergerak cepat dimana secara rata-rata pembayaran klaim sudah mulai dilakukan 5 hari kerja sejak bank dicabut izin usahanya oleh OJK ujar Didik dalam Acara Temu Media yang dihelat di Solo pada12 Mei 2024.
Terobosan kedua yang dilakukan LPS adalah mengimplementasikan konsep early intervention dalam penanganan bank yang bermasalah. Berdasarkan UU Nomor 4 Tahun 2023 mengenai Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UUP2SK), LPS memiliki kewenangan lebih besar untuk melakukan intervensi lebih dini dalam menangani bank yang bermasalah untuk mencegah kondisi bank semakin memburuk. Hal ini dinilai mampu mengurangi potensi kegagalan bank. Apalagi tren penutupan BPR/BPRS selalu terjadi setiap tahunnya.
Didik menambahkan dengan undang-undang ini peran LPS sebagai otoritas resolusi bank tidak hanya terbatas sebagai paybox dan loss minimizer tetapi juga menjalankan fungsi risk minimizer, di mana kewenangan LPS juga telah dilengkapi dengan fungsi surveilance dan early intervention.
“Perubahan ini merupakan tantangan bagi kami untuk meningkatkan kapasitas pegawai LPS yang dilengkapi dengan kemampuan pemasaran dalam rangka penjualan bank atau aset-aset bank. Tentunya hal ini kami lakukan dengan tetap memperhatikan tata kelola yang baik” jelasnya.
Didik Madiyono juga menguraikan data terkait pembayaran klaim simpanan nasabah BPR yang kehilangan izin usahanya dari Januari hingga April 2024.
Data per 8 Mei 2024, LPS telah melunasi klaim simpanan nasabah sebesar Rp291 miliar dari lebih dari 48 ribu rekening nasabah bank yang telah ditutup. Proses pembayaran klaim masih berlangsung untuk nasabah dari 11 Bank Perekonomian Rakyat (BPR) yang diambil alih oleh LPS dari tanggal 1 Januari hingga 30 April 2024.
Didik mengungkapkan bahwa keuangan LPS cukup solid, dengan total aset LPS yang mencapai Rp225 triliun pada akhir Triwulan I, dan diperkirakan akan terus bertambah hingga akhir tahun ini.
Sumber dana LPS berasal dari beberapa sumber, termasuk modal awal pemerintah sebesar Rp4 triliun, kontribusi kepesertaan yang dibayarkan oleh bank saat mendaftar sebagai peserta, premi penjaminan yang dibayarkan oleh bank setiap semester sebesar 0,1 persen dari Dana Pihak Ketiga, dan hasil investasi.
Selain itu, upaya preventif untuk mengurangi jumlah BPR/BPRS yang bangkrut terus dilakukan LPS melalui kerjasama dengan asosiasi BPR/BPRS yaitu Perbarindo, untuk meningkatkan tata kelola BPR yang lebih baik, melalui kegiatan diskusi dan workhsop.