BeritaPerbankan – Perkembangan teknologi membawa banyak perubahan di segala aspek kehidupan, termasuk ekosistem perbankan di dunia yang hampir seluruhnya telah melakukan transformasi IT atau digitalisasi.
Era industri 4.0 mengubah cara kerja konvensional menjadi modern dengan pemanfaatan kecanggihan teknologi yang diharapkan dapat meningkatkan produktivitas, efisiensi dan kapasitas. Demikian pula yang dilakukan oleh industri perbankan yang terus beradaptasi dengan perkembangan jaman yang kekinian serba digital agar mampu bertahan di tengah disrupsi teknologi yang tidak dapat dihindari.
Pakar Teknologi IT, Richardus Eko Indrajit dalam acara Silaturahmi Pimpinan LPS dan Industri Perbankan ‘Tantangan Perekonomian Global dan Ketahanan Perbankan Indonesia di Tahun 2022’, Selasa (12/4/2022), mengatakan disrupsi teknologi secara masif terjadi di era industri 4.0 yang akan mempengaruhi sistem dan tatanan bisnis termasuk industri perbankan.
Hal itu dapat dilihat dari pemanfaatan big data untuk proses validasi berbasis Know Your Customer (KYC), penggunaan Artificial Intelligence (AI) untuk mendapatkan rekomendasi customer potensial dan simulasi risiko kredit yang mengandalkan kerja Machine Learning.
Sebelum itu pemanfaatan teknologi di industri perbankan sudah nampak dengan bermunculannya sejumlah bank digital yang sepenuhnya menggunakan kecanggihan teknologi sehingga nasabah dapat membuka tabungan, melakukan berbagai transaksi dan pembayaran serta layanan Customer Service di manapun dan kapan pun tanpa perlu datang ke kantor cabang bank tersebut.
“Blockchain juga akan dipergunakan mengelola credit scoring. Dan yang menjalankan marketingnya bukan manusia lagi, namun robot,” ujar Eko.
Penggunaan teknologi yang kian masif menciptakan kondisi Volatility, Uncertainty, Complexity, and Ambiguity (VUCA). Disrupsi teknologi menjadi tantangan sekaligus peluang bagi industri perbankan, Bank Sentral, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Eko menambahkan LPS dan lembaga lainnya harus menerapkan konsep Regtech dan Suptech, yaitu solusi berbasis teknologi informasi dan kecerdasan buatan yang akan mendorong terbentuknya sistem tata kelola, pengendalian, pengawasan, kepatuhan, otomatisasi pelaporan hingga lebih komprehensif dan efisien.
Penerapan konsep tersebut dikatakan Eko untuk meningkatkan kecepatan analisa yang dapat berjalan secara otomatis dan terintegrasi sehingga mempercepat pengambilan keputusan atau solusi terhadap suatu masalah.
Menjawab tantangan era digital, Kepala Eksekutif LPS Lana Soelistianingsih mengatakan LPS telah menerapkan teknologi dalam pelaporan data nasabah bank umum atau PLPS SCV.
Aplikasi SCV akan mempercepat proses pelaporan data nasabah melalui sistem e-Laporan. LPS terus melakukan sosialisasi penggunaan aplikasi SCV kepada perbankan khususnya format penyusunan laporan data SCV dan tata cara penyampaiannya melalui sistem e-Laporan.
Hal itu dilakukan agar tujuan penerapan aplikasi SCV dapat segera terwujud. Dengan demikian proses pelaporan data SCV dapat dilakukan secara cepat, menyeluruh, akurat dan tepat waktu.
Direktur Eksekutif Klaim dan Resolusi Bank LPS, Suwandi mengatakan per 14 Maret 2022 sudah ada 57 Bank yang mengunduh dan menerapkan aplikasi SCV dalam pelaporan melalui e-Laporan. LPS akan terus mendorong seluruh bank untuk mendownload dan menginstal aplikasi SCV.
Sebagai informasi aplikasi SCV diluncurkan pada 21 Desember 2021 oleh Kepala Eksekutif LPS dan dihadiri oleh seluruh Direksi Bank Umum.
Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan aplikasi SCV akan membantu bank dalam menyusun, mengirimkan serta memelihara Data SCV. LPS akan melakukan uji coba penggunaan aplikasi SCV mulai Januari 2022 hingga Desember 2022 sehingga diharapkan bank dapat menyampaikan laporan Data SCV Per Nasabah dan Data Ringkas SCV Per Bank melalui Aplikasi SCV dan/atau portal e-Laporan.
Purbaya menambahkan pada tahun 2023 seluruh bank wajib melaporkan data SCV Per Nasabah dan Data Ringkas SCV melalui aplikasi SCV.