BeritaPerbankan – Menurut Bank Dunia, seharusnya garis kemiskinan di Indonesia diukur dengan paritas daya beli melalui besaran pendapatan sebesar US$ 3,20 per hari, bukan dengan ukuran yang pemerintah gunakan sejak 2011 sebesar US$ 1,9 per hari.
Menteri Keuangan Sri Mulyani pun buka suara. Ia mengatakan, ukuran garis kemiskinan yang disarankan Bank Dunia itu belum bisa menggambarkan kondisi perekonomian masyarakat Indonesia. Selain itu, jika ukuran garis kemiskinannya dinaikkan malah menyebabkan 40% masyarakat malah tergolong orang miskin.
Sri Mulyani menganggap ukuran itu tidak bisa seketika digunakan di tanah air karena, salah satunya masing-masing wilayah di Indonesia memiliki struktur harga yang berbeda satu sama lain. Sehingga, pengeluaran masyarakat untuk hidup berbeda satu dengan yang lain.
Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang dikutip Bank Dunia, ada 5,98 juta orang yang berada dalam kondisi kemiskinan ekstrem pada 2021. Jumlah tersebut setara 2,16% dari total populasi Indonesia.
Tingkat kemiskinan ekstrem lebih rendah dibandingkan kemiskinan nasional. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat tingkat kemiskinan pada waktu yang sama sebesar 27,54 juta jiwa atau 10,14% dari populasi. Pada Maret 2022, angkanya turun menjadi 9,54%.
Penduduk yang mengalami kemiskinan tersebar di seluruh provinsi. Rasionya terhadap populasi terbesar ada di Papua, Papua Barat, dan Nusa Tenggara Timur. Jika dilihat dari jumlahnya, Jawa Barat yang terbanyak memiliki penduduk miskin ekstrem mencapai 1,77 juta orang.
Bank Dunia menilai Indonesia salah satu negara yang mampu menurunkan tingkat kemiskinan ekstrem terbesar. Krisis ekonomi 1997-1998 telah menyebabkan angka kemiskinan absolut tersebut melonjak ke level 63,16%. Sepanjang 2000-2015, Indonesia berhasil menurunkan kemiskinan ekstrem rata-rata 2,1% per tahun.
Lantas akan kah penduduk yang mengalami kemiskinan ekstrem tersebut dapat dihilangkan? Memang, meski jumlahnya relatif kecil tidak menjamin kemiskinan mudah diatasi. Pada dasarnya terdapat tiga cara yang dilakukan pemerintah. Pertama, memberikan bantuan sosial dan subsidi. Kedua, pemberdayaan masyarakat. Ketiga, pembangunan infrastruktur pelayanan dasar.
Presiden Joko Widodo menargetkan tingkat kemiskinan ekstrem bisa mencapai nol persen pada 2024. Saat ini pemerintah berupaya keras mengatasi kemiskinan ekstrem dengan beragam skema. Pengentasan kemiskinan ekstrem tak cukup dengan kucuran bansos, tetapi juga harus ditangani dengan pendekatan lingkungan. Pemerintah harus melihat betul kondisi masyarakat tersebut.