BeritaPerbankan – Ketua Dewan Komisioner (DK) LPS Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan pihaknya sedang melakukan investigasi terhadap kemana larinya dana masyarakat. Hal itu menanggapi keluhan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menyoroti peredaran uang ke sektor riil semakin kering. Jokowi bahkan mengimbau perbankan agar jangan terlalu banyak menaruh uangnya pada instrumen yang diterbitkan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Bank Indonesia (BI).
“Kalau lihat dari data-data yang bisa kita monitorkan, alat likuid dan lain-lain masih bagus. Ada sinyal seperti itu bahwa ada semacam kekeringan kurangnya likuiditas perbankan itu agak mengejutkan kami. Kami sedang meneliti lebih dalam ya, mudah-mudahan kita tahu apa penyebabnya,” kata Purbaya di LPS Awards.
Ia memaparkan ada beberapa kemungkinan terkait kekeringan uang tersebut, yakni, uang itu hanya ‘ngumpul’ di bank besar atau di pemerintah yang dalam hal ini BI. Inilah yang LPS sedang teliti. “Ini klasik di dalam dunia perbankan dalam keadaan ekonomi yang melambat uang seolah-olah hilang dari sistem perekonomian, ini kita bilang the cash of missing money kalau di ekonomi. Nggak gampang dari negara-negara berbeda. Makanya kita mesti teliti lebih dalam lagi,” pungkas Purbaya.
Berdasarkan statistik Otoritas Jasa Keuangan (OJK), surat berharga yang dimiliki bank per September 2023 senilai Rp 1.889,7 triliun, naik 3,59% secara tahunan (yoy). Pada periode yang sama kredit yang disalurkan bank kepada pihak ketiga tumbuh lebih tinggi atau 8,96% secara tahunan menjadi Rp 6.837,3 triliun.
Namun bila dilihat lebih detail, pertumbuhan surat berharga bank swasta nasional hampir setara dengan pertumbuhan kredit yang disalurkan kepada pihak ketiga. Per September 2023, surat berharga naik 7,15% secara tahunan sedangkan kredit tumbuh 7,84% tahunan.
Begitu pula dengan kantor cabang bank asing yang lebih memilih menaruh dananya di surat berharga. Hal ini terlihat dari pertumbuhan surat berharga sebesar 35,79% yoy, pada saat kredit merosot 4,71% tahunan.