BeritaPerbankan – Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) tercatat mengalami pertumbuhan jumlah aset pada tahun 2021 sebesar 14,53% yoy menjadi Rp 160,53 triliun.
Kepemilikan aset LPS didominasi oleh produk investasi sebesar 94,78% atau senilai dengan Rp 152,15 triliun. Aset tetap dan tidak berwujud sebanyak Rp 0,25 triliun, kas dan piutang Rp 7,85 triliun dan aset lainnya sebesar Rp 0,28 triliun.
Tidak hanya jumlah aset yang tumbuh, pendapatan LPS per Oktober 2021 juga mengalami surplus sebesar Rp 20,71 triliun rupiah setelah dikurangi dengan pajak sebanyak Rp 1,68 triliun.
“Surplus kami berasal dari pendapatan LPS dikurangi biaya yang sudah direalisasikan,” kata Sekretaris LPS Dimas Yuliharto di Bandung, Sabtu (11/12).
LPS berhasil meningkatkan pendapatan yang diperoleh dari berbagai sumber. Pendapatan dari premi menyumbang persentase tertinggi yaitu Rp 13,96 triliun atau 62,33% dari total pendapatan LPS.
Dari hasil investasi LPS mencatatkan keuntungan hingga Rp 8,26 triliun. Sementara itu pendapatan dari pengembalian klaim dan pendapatan lainnya masing-masing menyumbang Rp 0,02 triliun dan Rp 0,15 triliun.
Dengan pencapaian ini, LPS optimis pendapatan dari hasil investasi LPS akan mampu melampaui premi dalam tempo 5 hingga 10 tahun ke depan.
Dimas Yuliharto menambahkan sebagian besar aset LPS diinvestasikan pada Surat Berharga Negara (SBN).
“Jumlah aset kami Rp 160,53 triliun, jika dikalikan bunga SBN 5% itu sudah besar dan bisa menjadi sumber dana kami,” terangnya.
Pertumbuhan jumlah aset dan pendapatan LPS membawa angin segar di sektor keuangan dan perbankan, dimana LPS mampu bekerja maksimal meski di tengah gempuran pandemi.
Dimas mengatakan pemasukan hasil investasi akan digunakan untuk membayar klaim penjaminan nasabah bank yang dilikuidasi.
Likuidasi yang kuat diyakini akan berpengaruh pada tingkat kepercayaan masyarakat kepada LPS sebagai lembaga penjamin simpanan nasabah sehingga nasabah akan merasa aman dan nyaman menyimpan uangnya di bank.
Sejak Tahun 2005 hingga Oktober 2021 LPS telah membayar klaim simpanan nasabah sebesar Rp 1,69 triliun kepada 265 ribu rekening nasabah.
Pembayaran klaim simpanan nasabah Bank Perkreditan Rakyat (BPR) tercatat lebih tinggi yaitu Rp 1,49 triliun sementara bank umum hanya sebesar Rp 202 miliar.
LPS menjamin seluruh simpanan nasabah bank yang beroperasi di Indonesia dengan syarat 3T yaitu tercatat di sistem pembukuan bank, tingkat suku bunga simpanan tidak melampaui suku bunga penjaminan LPS dan nasabah tidak terlibat perbuatan yang merugikan pihak bank salah satunya kredit macet.
Nasabah bank yang izin operasinya dicabut oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) harus menunggu keputusan LPS setelah proses rekonsiliasi dan verifikasi rampung dilakukan.
LPS akan mengumumkan simpanan nasabah yang masuk kategori simpanan layak bayar dan tidak layak bayar.
Nasabah yang masuk dalam simpanan layak bayar bisa memperoleh uang klaim penjaminan melalui bank yang ditunjukoleh LPS untuk melakukan pembayaran klaim penjaminan simpanan.
Sementara bagi nasabah yang tidak masuk kategori layak bayar dapat menunggu pembayaran simpanan melalui mekanisme likuidasi bank tersebut.
Oleh sebab itu LPS terus melakukan sosialisasi kepada masyarakat untuk memastikan simpanan mereka masuk kategori layak bayar oleh LPS.
Nasabah harus memerhatikan besaran bunga simpanan ataupun cashback yang diterima tidak melebihi suku bunga penjaminan LPS, sebab sebagian besar nasabah yang tidak masuk dalam daftar simpanan layak bayar disebabkan karena bunga yang diperoleh lebih tinggi dari suku bunga penjaminan LPS.