BeritaPerbankan – Kaum milenial susah punya rumah?. Kalimat pembuka di artikel ini terdengar menyeramkan bagi generasi milenial. Apakah benar begitu keadaannya?
Memiliki hunian tentu menjadi impian semua orang, tidak terkecuali bagi kaum milenial. Harga rumah yang tinggi tidak berbanding lurus dengan pendapatan kaum milenial, dituding menjadi biang penyebab sulitnya anak-anak muda memiliki hunian sendiri.
Apakah hanya dua faktor itu saja yang membuat generasi Y ini susah punya rumah? Kita akan membahasnya secara lengkap di sini.
Siapa itu Kaum Milenial?
Hasil Sensus Penduduk 2020 menunjukkan penduduk Indonesia yang masuk dalam kategori milenial sebanyak 69.38 juta atau 25,87% dari total populasi orang Indonesia.
Milenial atau yang juga dikenal sebagai generasi Y adalah orang-orang yang lahir pada tahun 1980-2000an. Ciri utama generasi milenial ditandai oleh konsumsi teknologi dan informasi yang lebih tinggi dari generasi X.
Kelompok generasi Y bisa dibilang sudah dibesarkan dengan perkembangan teknologi, maka generasi ini sering disebut generasi melek teknologi. Hampir semua kegiatan generasi Y melibatkan gadget, internet, media sosial dan kecanggihan teknologi lainnya.
Kaum milenial juga dikenal sebagai generasi yang aktif, inovatif dan kreatif. Hal itu bisa dilihat dari keberagaman profesi kaum milenial yang tidak selalu terpaku pada pekerjaan di sektor formal. Generasi Y senang jika bisa bekerja sesuai passion dan hobi. Profesi seperti content creator, desainer, social media specialist, penulis online, pebisnis online dan masih banyak lagi, menjadi pekerjaan yang banyak dipilih kaum milenial.
Generasi yang dekat dengan teknologi ini memang senang dengan kebebasan, pekerjaan yang bisa dikerjakan dari rumah atau dimaan saja tidak harus pergi ke kantor jam 8 pulang jam 5 sore.
Sebanyak 61 % Milenial Belum Punya Rumah
Berdasarkan hasil riset Kompas.com pada 7-11 April 2017 dengan melibatkan 300 responden, sebanyak 39 % kaum milenial (usia 25-35) tahun sudah memiliki hunian sendiri. Menyisakan 61 % generasi milenial yang belum memiliki rumah.
Dari 61 % responden yang belum memiliki rumah 30 % mengaku membelanjakan uang mereka untuk membeli kendaraan pribadi. Hal itu dilakukan karena kebutuhan memiliki kendaraan sendiri lebih prioritas ketimbang tempat tinggal. Generasi milenial menganggap kondisi transportasi publik masih belum baik sehingga dibutuhkan kendaraan sendiri untuk mempermudah mobilitas sehari-hari.
Berdasarkan riset di atas nampak bahwa rumah belum menjadi prioritas utama kaum milenial. Lalu kemana larinya uang milenial yang hingga saat ini belum mau membeli hunian?
Pengeluaran Konsumsi Kaum Milenial
Direktur Jenderal Penyediaan Perumahan, Kementerian PUPR, Khalawi Abdul Hamid mengatakan hambatan utama kaum milenial sulit membeli sebuah hunian adalah tingkat pengeluaran konsumsi yang tinggi sementara kenaikan upah kaum milenial terbilang rendah. Berdasarkan survey yang dilakukan di 17 kota, generasi milenial yang sudah berkeluarga rata-rata menghabiskan 50 % penghasilannya untuk konsumsi.
Khalawi mengatakan generasi milenial cenderung konsumtif. Kesadaran untuk berinvestasi dan mulai mencicil rumah masih belum menjadi prioritas utama kaum milenial.
Kendala lain yang dihadapi kaum milenial untuk memiliki rumah adalah kenaikan harga properti yang tidak sebanding dengan kenaikan upah pekerja. Berdasarkan data Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) Bank Indonesia (BI), harga hunian naik 39,7 persen dalam satu dekade.
Fakta bahawa sebagian generasi milenial bekerja di sektor informal seperti industri kreatif dimana mereka tidak memiliki slip gaji seperti karyawan kantoran menjadi kendala lain dalam memenuhi persyaratan administrasi pembelian rumah melalui skema cicilan . Khalawi berharap pembaharuan pada regulasi dalam kebijakan program penyedian hunian di Indonesia yang dapat mengikuti perkembangan zaman.
Kaum milenial tidak dipungkiri sangat dekat dengan media sosial. Stereotipe generasi milenial haus akan pengakuan dan selalu ingin eksis di media sosial membuat generasi ini memiliki prioritas tersendiri dalam membelanjakan uang mereka.
Jika generasi baby boomer lebih senang membelanjakan uang untuk membeli rumah, tanah dan sawah, lain halnya dengan kaum milenial yang menganggap bahwa ‘membeli pengalaman’ adalah hal yang penting. Misalnya membeli tiket konser musisi luar negeri , jalan-jalan ke luar kota atau luar negeri, wisata kuliner di tempat-tempat hits dan sederet pengeluaran konsumtif lainnya.Hal itu tidak terlepas dari adanya media sosial yang menjadi tempat anak-anak muda ini mengabadikan setiap momen perjalanan hidup mereka. Sebagian diantaranya menjadikan media sosial sebagai tempat eksis dan pamer kesuksesan.
Milenial Susah Punya Rumah?
Direktur Rumah Umum dan Komersial Kementerian PUPR Fitrah Nur mengatakan sebenanrya tidak terlalu sulit bagi kaum milenial jika ingin memiliki rumah. Pemerintah sendiri menurutnya sudah memberikan fasilitas khusus agar generasi muda bisa punya rumah. Namun semuanya dibutuhkan kemauan dari generasi milenial itu sendiri. Jadikan hunian sebagai prioritas utama dibandingkan konsumsi lainnya.
Fitrah mengungkapkan program rumah subsidi dari pemerintah baru terserap 67 % dari total 157 ribu rumah subsidi. Harga rumah subsidi juga disesuaikan dengan rata-rata penghasilan kaum milenial, yakni kisaran 150 juta hingga 300 juta per unit. Oleh karena itu Fitrah menyebut tidak begitu sulit bagi kaum milenial untuk punya rumah sendiri.
Menurut Financial Planner Prita Gozhie harga properti yang tinggi tidak bisa bertemu dengan tingkat pendapatan kaum milenial. Jika harga rumah murah dan gaji generasi milenial tinggi, kaum milenial pasti akan beli rumah karena tidak bisa dipungkiri rumah adalah bagian dari kebutuhan setiap orang. Apalagi jika mereka sudah berumah tangga, mau tidak mau rumah menjadi kebutuhan penting.
Prita menambahkan karena tingginya harga hunian, generasi milenial lebih memilih menyewa rumah dan membelanjakan uang mereka untuk membeli tiket konser, tiket pesawat untuk jalan-jalan dan lain sebagainya.
Direktur Utama Eazy Property Rico Tampewas menambahkan bahwa ketidakterjangkauan harga rumah adalah alasan utama kaum milenial tidak membeli rumah.
Genrasi Milenial Masih Bisa Punya Rumah?
Kalau generasi milenial berpikir susah membeli rumah di perkotaan, maka itu bukan hanya problem kaum milenial. Semua orang dari generasi sebelumnya juga mengalami hal yang sama. Namun jika milenial mau sedikit mengalahkan ego dengan membeli rumah di pinggiran kota, memiliki hunian sendiri bukanlah hal yang mustahil.
Rumah subsidi bisa menjadi pilihan generasi milenial yang baru akan memiliki hunian pertama. Harga rumah subsidi beragam sesuai lokasi dan kebijakan pengembang.
Mari kita buat ilustrasi sebagai gambaran bahwa milenial juga bisa punya rumah. Tono seorang karyawan dengan gaji Rp. 4 juta ingin membeli sebuah rumah subsidi dengan harga Rp. 150 juta. Asumsi bunga KPR bank sebesar 8 %. DP yang harus dibayar Tono seebsar 5 % atau sebesar Rp. 7,5 juta. Dengan jangka cicilan selama 20 tahun, angsuran yang harus di bayarkan Tono adalah Rp. 1,2 juta per bulan.
Jika Tono rutin menabung setiap bulan Rp. 1,2 juta selama setahun, maka Tono sudah bisa membayar DP rumah dan mencicil rumah hingga 20 tahun ke depan.
Ilustrasi di atas memang tidak bisa merepresentasikan kebutuhan dan keinginan kaum milenial secara keseluruhan. Semuanya kembali pada kemauan masing-masing. Setiap orang memiliki pertimbangan masing-masing ketika akan membeli sebuah hunian. Prioritas kaum milenial juga bisa berbeda. Ada yang senang membeli rumah di tengah kota, pinggir kota, atau sewa rumah saja sudah cukup.