BeritaPerbankan – Pemerintah melalui Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop UKM) berkomitmen mempersiapkan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) bagi koperasi, yang sudah lama dinantikan oleh para pelaku koperasi dan masyarakat.
Saat ini Kemenkop bersama Badan Kebijakan Fiskal (BKF) sedang menjajaki model LPS Koperasi yang akan menjalankan fungsi penjaminan terhadap simpanan anggota koperasi agar tetap aman saat koperasi bermasalah.
Perumusan model LPS Koperasi yang sedang dilakukan Kemenkop UKM dan BKF dari Kementerian Keuangan, dikatakan Deputi Bidang Perkoperasian Kemenkop UKM Ahmad Zabadi, sebagai bentuk komitmen pemerintah merealisasikan aspirasi masyarakat dan pegiat koperasi yang menginginkan adanya lembaga yang menjamin simpanan anggota koperasi seperti halnya simpanan nasabah perbankan yang dijamin LPS hingga Rp 2 miliar per nasabah per bank.
“Saya kira kita ingin adanya LPS ini, diskusi kita sudah panjang lebar bersama Kepala BKF, kami dapat komitmen kuat melalui Kepala BKF untuk merumuskan model LPS bagi koperasi,” kata Ahmad Zabadi, di Jakarta, Rabu (7/12/2022).
Ahmad mengatakan perihal kehadiran LPS bagi koperasi, saat ini terdapat dua opsi. Pertama LPS yang sudah ada saat ini, yaitu penjamin simpanan nasabah bank, akan diperluas peran dan fungsinya mencakup penjaminan simpanan anggota koperasi.
Pilih kedua adalah membentuk badan khusus model LPS yang akan bertugas mengawasi simpanan di koperasi. Perihal lembaga penjamin simpanan koperasi nantinya akan dibahas lebih mendalam dalam RUU Perkoperasian.
“Saya berharap LPS yang ada ini bisa diintegrasikan, tapi kemudian kita harapkan ini nanti dihabas dalam RUU Perkoperasian. Apakah nanti di LPS sendiri atau nanti ada kompartemen di LPS eksisting, nanti kita lihat dinamika diskusinya,” kata dia.
“Tapi yang terpenting kita sepakat juga dengan teman-teman Kemenkeu melalui BKF. Kita diskusi, mereka komitmen keadaan LPS di KSP adalah keniscayaan, bagaimana set up-nya, nanti dibahas dalam RUU Perkoperasian,” tukas Ahmad.
Ahmad menuturkan pembahasan RUU Perkoperasian rencananya akan mulai dibahas di parlemen pada Maret 2023 dan ditargetkan selesai pada pertengahan tahun 2023, kemudian akan menjadi payung hukum yang mengatur perkoperasian di tanah air.
“RUU Perkoperasian tak perlu masuk prolegnas, ketika kita siap dapat persetujuan presiden, presiden bersurat ke DPR, ini kita bisa ktia harapkan tahun 2023 bisa masuk,” kata Ahmad.
Ahmad menambahkan pembahasan RUU Perkoperasian masih harus menunggu rampung nya RUU PPSK, sebab dalam RUU PPSK terdapat bagian aturan yang mencakup koperasi, sekaligus menjadi acuan dalam penyusunan RUU Perkoperasian.
Dalam RUU Perkoperasian turut dibahas mengenai pengawasan koperasi dengan membentuk badan Otoritas Pengawas Koperasi agar KSP naik kelas dengan mengedepankan aspek kepatuhan, prudensial dan profesionalisme.
“Pengawasan ini menjadi isu krusial karena membutuhkan standar tertentu. Ke depan kami menghendaki standar pengawasan oleh OPK ini seperti standarnya OJK, sehingga KSP bisa benar-benar naik kelas,” katanya.