BeritaPerbankan – Inflasi pada Agustus 2024 diperkirakan akan didorong terutama oleh kenaikan harga beras dan inflasi barang impor. Menurut Ekonom LPEM FEB UI, Teuku Riefky, tekanan inflasi yang dipicu oleh inflasi impor ini terjadi seiring dengan melemahnya nilai tukar rupiah yang berlanjut pada awal Agustus.
“Tekanan inflasi pada Agustus 2024 kemungkinan besar berasal dari kenaikan harga beras dan inflasi impor, yang didorong oleh pelemahan rupiah yang masih berlanjut pada awal Agustus,” ujar Riefky dalam pernyataan resminya pada Jumat (23/8/2024).
Riefky juga menyoroti proyeksi Badan Pusat Statistik (BPS) yang memperkirakan produksi beras akan turun 40%-50% dari Juni hingga Oktober 2024 dibandingkan dengan masa panen April-Mei 2024, akibat dampak musim La Niña yang akan datang. Di sisi lain, ia menambahkan, penguatan nilai tukar rupiah yang mulai terjadi dapat meredakan tekanan inflasi pada periode tersebut.
Sebagai informasi, inflasi umum pada Juli 2024 tercatat sebesar 2,13% secara tahunan, turun dari 2,51% pada bulan sebelumnya. Tingkat inflasi ini merupakan yang terendah sejak Februari 2022, tetapi masih berada dalam target BI sebesar 1,5%-3,5%.
Penurunan inflasi ini terutama disebabkan oleh turunnya harga komoditas pangan setelah musim panen, dengan inflasi pada kelompok makanan, minuman, dan tembakau turun menjadi 3,66% pada Juli 2024 dari 4,95% pada Juni 2024.
Secara bulanan, inflasi umum mencatatkan deflasi untuk ketiga kalinya secara berturut-turut, dengan tingkat deflasi yang lebih dalam, yaitu 0,18% pada Juli 2024 dibandingkan 0,08% pada Juni 2024.
Dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI), Gubernur BI Perry Warjiyo memastikan bahwa inflasi tahun ini akan tetap terjaga dalam kisaran target 1,5%-3,5%. BI memproyeksikan inflasi inti akan tetap stabil berkat terkendalinya ekspektasi inflasi, kapasitas ekonomi yang memadai untuk merespons permintaan domestik, inflasi impor yang terkendali melalui kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah, serta dampak positif dari perkembangan digitalisasi.
Perry juga menambahkan bahwa inflasi harga bergejolak diperkirakan akan tetap terkendali, didukung oleh sinergi pengendalian inflasi antara Bank Indonesia dan pemerintah pusat serta daerah. “Bank Indonesia terus memperkuat kebijakan moneter yang pro-stabilitas dan meningkatkan sinergi kebijakan dengan pemerintah, sehingga inflasi pada 2024 dan 2025 akan tetap terkendali dalam sasaran 2,5±1%,” kata Perry.