BeritaPerbankan – Di tengah tren kenaikan jumlah investor ritel dalam negeri yang mencapai 9,1 juta investor hingga Juni 2022 atau naik sebanyak 6,6 Juta investor dibandingkan tahun 2019 yang hanya berjumlah 2,5 juta investor, data menunjukan terjadinya penurunan kepemilikan investor asing di Surat Berharga Negara (SBN).
Hal itu turut menjadi perhatian Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa. Menurut Purbaya data terakhir menunjukan penurunan jumlah investor asing pada instrumen SBN hingga ke level 15 persen.
Purbaya mengatakan hengkangnya sejumlah investor asing dari pasar obligasi Indonesia tidak perlu menimbulkan kekhawatiran berlebihan di kalangan investor SBN.
Purbaya justru memiliki pandangan berbeda dengan turunnya jumlah kepemilikan asing di pasar obligasi. Menurut Purbaya dampak positif yang dapat kita ambil dari kondisi tersebut adalah peluang investor dalam negeri untuk menguasai mayoritas saham obligasi semakin terbuka lebar.
Dominasi investor domestik pada instrumen SBN menunjukan dukungan besar masyarakat Indonesia dalam membiayai pembangunan infrastruktur nasional, sebab modal pembangunan lebih banyak ditopang oleh uang yang bersumber dari dalam negeri daripada dana asing.
Hal itu akan mengurangi ketergantungan kita terhadap dana asing untuk biaya pembangunan negeri ini. Selain itu sisi positif yang bisa kita petik dari perginya investor asing dari pasar obligasi, akan membuat stabilitas pasar SBN menjadi lebih mudah dikendalikan.
Bank Sentral dan pemerintah akan lebih mudah menjaga stabilitas pasar finansial karena pergerakan dan gejolak investor asing di pasar obligasi tidak signifikan mempengaruhi stabilitas pasar obligasi nasional.
“Dengan jumlah kepemilikan asing yang lebih sedikit, maka akan relatif lebih memudahkan bagi Bank Sentral maupun pemerintah dalam mengendalikan gejolak di pasar obligasi, sehingga stabilitas pasar finansial relatif lebih mudah dijaga ,” jelas Purbaya.
Kondisi semacam itu sudah dialami oleh negeri sakura Jepang yang mana pasar obligasinya dikuasai hampir 90 persen oleh investor dalam negeri. Hasilnya Jepang mampu menjalankan program pembangunan dari uang milik rakyatnya sendiri dengan sedikit kontribusi uang investor asing.
“Jadi jika ada gonjang ganjing di pasar dunia yield government Jepang tetap stabil, dan stabilitas sistem finansial mereka tetap terjaga,” tambah Purbaya.
Meskipun begitu porsi investor asing dalam kepemilikan instrumen investasi tetap diperlukan. Jika kontribusi kepemilikan asing terlalu kecil maka akan berdampak pada stabilitas mata uang rupiah karena banyak modal asing yang keluar.
Purbaya menambahkan untuk menarik minta investor asing menanamkan modal di Indonesia, maka pertumbuhan ekonomi negara harus ditingkatkan sehingga investor tertarik berinvestasi di SBN, sektor finansial dan investasi di sektor riil.
“Jadi, kuncinya adalah kita harus terus menjaga pertumbuhan dan sustainability dari pertumbuhan ekonomi kita,” tutup Purbaya.