BeritaPerbankan – Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Purbaya Yudhi Sadewa, menyatakan bahwa menyimpan dolar di Indonesia lebih aman dibandingkan di Singapura. Hal ini diungkapkan dalam sebuah diskusi bersama Dahlan Iskan, CEO Harian Disway, melalui Podcast Energi Disway pada Senin, 2 Agustus 2024.
Dalam perbincangan tersebut, Purbaya menyoroti keunggulan Indonesia dalam hal pengelolaan risiko perbankan, terutama jika dibandingkan dengan negara-negara lain yang memiliki lembaga serupa.
Purbaya menegaskan bahwa simpanan dalam bentuk dolar di Indonesia lebih terlindungi karena adanya jaminan dari LPS, sesuatu yang tidak ditawarkan oleh Singapura. Menurutnya, keamanan simpanan dolar di Indonesia menjadi salah satu keunggulan kompetitif yang dapat meningkatkan kepercayaan nasabah, baik lokal maupun internasional.
Program penjaminan simpanan yang dijalankan oleh LPS sejak tahun 2005, menjamin dana simpanan nasabah, termasuk simpanan dalam mata uang asing (valas), dengan maksimum nilai penjaminan Rp2 miliar per nasabah per bank. LPS menjamin simpanan valas, dengan syarat suku bunga simpanan tidak melebihi tingkat bunga penjaminan (TBP) valas, yang saat ini berada di level 2,25%.
“LPS Indonesia dikenal lebih berani dalam mengelola risiko dibandingkan lembaga di negara lain,” ujarnya.
Purbaya mengatakan bahwa LPS mengelola dana sebesar Rp240 triliun untuk menjaga stabilitas perbankan dan ekonomi nasional. Dana ini digunakan untuk menangani bank bermasalah dan menjamin klaim simpanan nasabah. LPS memproyeksikan dana tersebut akan meningkat menjadi Rp270-290 triliun pada akhir 2024, dengan mayoritas dialokasikan ke Surat Berharga Negara (SBN) dan sekitar Rp5 triliun di sektor perbankan.
“Saya berharap, dengan perbankan yang stabil, uang ini tidak perlu digunakan, dan pekerjaan saya tidak terlalu berat,” ujar Purbaya.
Dalam Podcast tersebut, Dahlan Iskan bertanya mengenai potensi penggunaan dana kelolaan LPS yang mencapai Rp270 triliun tersebut disalurkan ke sektor perbankan melalui kredit untuk mendorong dampak ekonomi. Purbaya menjelaskan bahwa meskipun penggunaan dana tersebut untuk kredit dapat memberikan dorongan ekonomi yang signifikan, LPS terikat oleh regulasi yang ketat.
“Undang-undang hanya memperbolehkan kami menyimpan dana besar dalam bentuk Surat Berharga Negara (SBN),” jelas Purbaya.
Kebijakan ini bertujuan untuk memastikan bahwa dana LPS selalu tersedia untuk kebutuhan mendesak, terutama dalam menghadapi potensi krisis perbankan. Purbaya juga menegaskan bahwa meskipun ada batasan dalam penggunaan dana, LPS tetap berperan aktif dalam menjaga stabilitas sistem keuangan nasional. Peran ini, menurutnya, sangat krusial untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap keamanan simpanan mereka di bank.
Dalam diskusi tersebut, Purbaya turut mengapresiasi pencapaian Bank Rakyat Indonesia (BRI) yang mencatatkan kenaikan laba signifikan, dari Rp25 triliun menjadi Rp50 triliun. Ia menyatakan bahwa keberhasilan ini mencerminkan stabilitas dan pertumbuhan positif sektor perbankan di Indonesia.
Purbaya juga menekankan bahwa peran LPS sebagai lembaga independen yang menjamin simpanan nasabah telah memberikan dampak positif terhadap perekonomian nasional. Dengan pengelolaan dana yang hati-hati dan regulasi yang ketat, LPS mampu menjaga stabilitas sistem keuangan, bahkan di tengah tantangan ekonomi global.
Dalam perbincangan tersebut, Dahlan Iskan juga memberikan apresiasi terhadap keberadaan LPS di berbagai negara, yang mencapai 97 negara. Menurutnya, kehadiran LPS tidak hanya penting bagi stabilitas perbankan nasional, tetapi juga memberikan rasa aman bagi nasabah.
Purbaya menambahkan bahwa, meskipun banyak negara memiliki lembaga penjamin simpanan, LPS Indonesia memiliki keunikan tersendiri dalam pengelolaan risiko, termasuk jaminan untuk simpanan dalam bentuk dolar. Hal ini, menurutnya, memperkuat posisi Indonesia di mata investor dan nasabah internasional.