BeritaPerbankan – Di tengah meningkatnya gairah masyarakat memasuki dunia investasi, kabar soal kerugian investasi hingga kasus investasi bodong alias tipu-tipu masih sering mengemuka. Hal itu ikut disoroti oleh Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Purbaya Yudhi Sadewa.
Dalam diskusi bertajuk “Kala Gairah Investasi Tak Dibandingi Literasi” yang digelar Klub Jurnalis Ekonomi Jakarta (KJEJ), di Jakarta, Kamis (2/12), Purbaya mengatakan tren investasi yang kekinian banyak diminati anak-anak muda (milenial), belum didukung oleh literasi investasi yang baik.
Kabar kerugian investasi yang mengemuka ke publik menjadi stigma negatif yang merugikan iklim investasi di Indonesia. Tidak sedikit dari generasi milenial masuk ke dunia investasi hanya karena ikut-ikutan tren tanpa memiliki pengetahuan soal produk investasi itu sendiri.
Oleh sebab itu LPS mengaku siap memberikan edukasi kepada investor pemula untuk mencegah potensi kerugian yang semakin besar dan menjaga iklim investasi semakin positif.
Dalam diskusi virtual tersebut, Purbaya mengatakan LPS memiliki tools untuk mengajarkan para investor pemula teknik analisa untuk membaca kondisi pasar saham dan aset kripto.
“LPS siap mengedukasi langsung investor-investor pemula. Kami punya tools untuk mengajar mereka membaca analisis teknikal di pasar saham sampai crypto. Tren berinvestasi ini harus dimanfaatkan dengan baik, jangan sampai mereka tersesat dan kapok karena harus mengalami kerugian akibat kurang pengetahuan,” kata Purbaya.
Purbaya menambahkan tingkat literasi keuangan Indonesia pada tahun 2019 baru mencapai 38,03% sementara lndek Inklusi Keuangan berada pada level 76,19%. Itu artinya separuh dari produk investasi diakses oleh investor yang tidak memiliki literasi yang baik tentang investasi, termasuk pemahaman soal risiko investasi.
Di masa pandemi, LPS mencatat peningkatan yang signifikan jumlah investor pasar modal. Pada Oktober 2021 jumlah investor naik drastis menjadi 6,75 juta investor, padahal pada tahun 2018 hanya 1,6 juta investor.
Momentum gairah investasi terutama di kalangan generasi milenial harus dijaga dengan meminimalisir potensi risiko kerugian agar investor tidak kapok berinvestasi dan cerdas dalam memilih instrumen investasi dan perusahaan jasa keuangan dengan reputasi yang baik.
LPS mencatat investasi reksadana dan pasar saham paling banyak diminati dibandingkan investor pada surat berharga negara (SBN).
Berdasarkan data demografi, investor berusia di bawah 30 tahun menjadi kelompok yang mendominasi investasi pasar modal yaitu sebanyak 59,50% dengan total aset sejumlah Rp Rp40,56 triliun.
Sementara itu kelompok usia 30-40 tahun mengambil porsi 21,51% dengan jumlah aset mencapai Rp90,3 triliun. Menariknya dari sisi profil pendidikan, investor lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA) mendominasi sebanyak 56,75% dengan total aset sebesar Rp169,44 triliun.
Dari sisi profil pekerjaan, kebanyakan investor datang dari kalangan pegawai (ASN dan Swasta) dan pelajar. ASN dan pekerja swasta memiliki proporsi 33,48% dengan aset sebesar Rp283,3 triliun. Sedangkan pelajar berjumlah 27,59% dengan total aset Rp16,14 triliun.
Data tersebut menunjukan peningkatan signifikan investor pemula dari kalangan anak-anak muda. LPS berharap momentum langka tersebut dapat dijaga dengan cara memberikan edukasi di bidang investasi.
“Melihat data ini, jelas banyak terjadi peningkatan di investor muda atau investor pemula. Ini yang harus jadi target edukasi. Karena ini momentum, tak pernah selama ini terjadi peningkatan drastis di katagori investor muda seperti pelajar dan mahasiswa. Ini harus dijaga,” tegas Purbaya.
Purbaya mengatakan LPS sudah menyiapkan sejumlah program literasi dan edukasi bagi investor pemula yang akan dijalankan tahun depan. LPS juga akan menggelar webinar hingga forum khusus atau hybrid.
LPS membuka peluang bagi pihak lain yang ingin bekerjasama dengan LPS memberikan edukasi terbaik bagi para investor muda tersebut. LPS mengundang komunitas jurnalis dan kampus-kampus untuk bersinergi bersama menyukseskan program tersebut.