BeritaPerbankan – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) baru saja merilis Laporan Surveillance Perbankan Indonesia (LSPI) Triwulan II 2024 yang menyoroti kinerja Bank Perekonomian Rakyat (BPR) di tengah dinamika ekonomi nasional. Dalam laporan tersebut, OJK mencatat perlambatan pertumbuhan aset dan dana pihak ketiga (DPK) BPR pada periode tersebut. Meski demikian, OJK menilai secara keseluruhan kinerja BPR dan BPR Syariah (BPRS) masih berada dalam kategori yang cukup baik.
Pelaksana tugas Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan, dan Komunikasi OJK, M. Ismail Riyadi, menyampaikan bahwa BPR mengalami perlambatan dalam beberapa aspek kinerja. Berdasarkan data LSPI, aset BPR pada Juni 2024 tumbuh sebesar 5,73 persen secara tahunan (year-on-year/yoy), menurun dibandingkan pertumbuhan sebesar 7,89 persen pada periode yang sama di tahun 2023. Penurunan ini sejalan dengan melambatnya pertumbuhan DPK yang tercatat hanya tumbuh 6,68 persen (yoy) menjadi Rp139,341 triliun pada Juni 2024, turun dari pertumbuhan 8,30 persen pada tahun sebelumnya.
“Pertumbuhan kredit dan DPK BPR melambat dibandingkan tahun sebelumnya, namun kinerja secara umum masih cukup baik,” ujarnya.
Penurunan kinerja BPR tidak hanya terlihat dari pertumbuhan aset dan DPK yang melambat, tetapi juga dari penurunan laba dan efisiensi yang perlu menjadi perhatian. Kondisi ini diperparah dengan adanya peningkatan risiko kredit selama periode laporan. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk berakhirnya kebijakan relaksasi pandemi Covid-19 pada Maret 2024, yang mengharuskan BPR untuk menyesuaikan kualitas kredit sesuai dengan ketentuan regulasi saat ini.
Menurut Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, salah satu dampak dari berakhirnya kebijakan tersebut adalah meningkatnya kredit bermasalah atau Non-Performing Loan (NPL) di sektor BPR yang mencapai 11,67%. Kondisi ini menunjukkan adanya peningkatan risiko yang perlu diantisipasi oleh sektor perbankan, khususnya BPR.
“NPL BPR hingga Agustus 2024 mencapai 11,67%, naik dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu yang hanya 10,13%,” ujar Dian.
Untuk menghadapi tantangan ini, OJK berkomitmen meningkatkan pengelolaan aset BPR dengan memperkuat prinsip kehati-hatian serta manajemen risiko. Salah satu langkah yang diambil adalah penerbitan POJK Nomor 1 Tahun 2024 tentang Kualitas Aset BPR, yang berfungsi sebagai pedoman dalam meningkatkan kualitas kredit pasca-pandemi.
Selain itu, OJK juga terus melakukan upaya penyehatan dan konsolidasi di sektor BPR. Salah satu bentuk penyehatan ini adalah melalui peleburan beberapa BPR yang mengalami masalah keuangan, dengan tujuan meningkatkan efisiensi dan mengurangi risiko sistemik. Berdasarkan Statistik Perbankan Indonesia, jumlah BPR pada Agustus 2024 tercatat sebanyak 1.378 unit, menurun dari 1.412 unit pada tahun sebelumnya. Hal ini mencerminkan upaya OJK dalam melakukan konsolidasi perbankan untuk menciptakan ekosistem yang lebih sehat.
LPS dan Perlindungan Simpanan di BPR
Di tengah tantangan yang dihadapi BPR, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) tetap berperan penting dalam menjaga kepercayaan nasabah terhadap sektor perbankan, termasuk BPR. LPS menjamin simpanan nasabah BPR dengan plafon penjaminan hingga Rp2 miliar per nasabah per bank, sama seperti yang berlaku pada bank umum. Kebijakan ini memberikan perlindungan terhadap simpanan nasabah jika terjadi kegagalan bank, sehingga mendorong stabilitas di sektor BPR.
Ketua Dewan Komisioner LPS, Purbaya Yudhi Sadewa, mengatakan bahwa hingga akhir Agustus 2024, LPS menjamin seluruh simpanan pada 99,94 persen dari total rekening nasabah, yang mencakup 592.415.428 rekening di Bank Umum. Sementara itu, untuk nasabah BPR/BPRS, LPS menjamin 99,98 persen dari total rekening, atau setara dengan 15.806.327 rekening.
Dengan adanya perlindungan dari LPS, nasabah BPR dapat merasa lebih tenang dalam menabung, meskipun kondisi ekonomi sedang mengalami ketidakpastian. LPS juga terus melakukan edukasi kepada masyarakat mengenai pentingnya menabung di bank yang terdaftar dan diawasi oleh otoritas, seperti BPR, agar simpanan mereka tetap aman. Ini merupakan salah satu strategi LPS dalam memperkuat kepercayaan publik terhadap sistem perbankan di Indonesia.