BeritaPerbankan – Menjaga stabilitas ekonomi nasional di tengah situasi pandemi memang bukan perkara mudah. Sejumlah negara babak belur berjuang bangkit dari keterpurukan ekonomi imbas merebaknya virus covid-19.
Pengamat Kebijakan Publik dan Bisnis, Saiful mengatakan setidaknya ada tiga dampak besar yang ditimbulkan akibat pandemi covid-19 di sektor ekonomi.
Pertama daya beli masyarakat terutama konsumsi rumah tangga merosot tajam. Padahal tingkat daya beli masyarakat merupakan indikator penting untuk mengidentifikasi kondisi ekonomi.
Pandemi menciptakan situasi serba tidak pasti. Hal itu turut berimbas pada dunia usaha dan investasi. Sepanjang pandemi tidak sedikit unit-unit usaha UKM dan UMKM harus gulung tikar karena tidak sanggup lagi melanjutkan bisnis sementara pembatasan aktifitas yang ketat ikut mempengaruhi jumlah omzet pengusaha.
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Hoesen mengatakan lebih dari 32 juta UMKM tutup selama pandemi.
Sementara itu investor lebih memilih menyimpan dana di rekening tabungan ketimbang instrumen investasi karena kondisi pandemi yang belum pasti muaranya dan untuk mengantisipasi kebutuhan likuiditas yang mendesak.
“Kita analisis teman-teman kita pelaku usaha di bidang warteg contohnya, transportasi, traveling, mungkin juga para dunia seniman, musisi, artis, dangdut, dan lain-lain. Sehingga hal seperti ini mengacu kepada pemberhentian beberapa karyawan alias PHK, dan sebagainya,” lanjutnya.
Yang ketiga adalah turunya harga komoditas akibat ekonomi yang terus melemah. Untuk mengatasi hal itu pemerintah mengambil langkah cepat dengan berbagai program bantuan sosial, program pemulihan ekonomi nasional, dan bantuan modal usaha.
Pada akhir tahun 2020 hingga sekarang Pemerintah terus berupaya melakukan vaksinasi ke seluruh wilayah tanah air untuk menciptakan kekebalan kelompok sehingga situasi pandemi akan segera teratasi. Dengan demikian pemulihan ekonomi nasional optimis dapat terwujud.
Untuk menjaga stabilitas ekonomi nasional Pemerintah secara khusus membentuk Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang terdiri dari Menteri Keuangan sebagai ketua sekaligus anggota, Gubernur Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Lembaga Penjamin simpanan (LPS) sebagai anggota.
Dalam sebuah konferensi pers, Menteri Keuangan Sri Mulyani bersama LPS, OJK dan Gubernur BI ibarat sedang bermain basket. Untuk bisa menang perlu kerjasama solid antara anggota KSSK.
Anggota KSSK telah berbagi tugas untuk menjaga stabilitas perekonomian dimana pemerintah dalam hal ini Menteri Keuangan bertugas sebagai penjaga fiskal. Bank Indonesia memiliki peran sebagai penjaga moneter. Sementara OJK dan LPS bertugas menjaga stabilitas pasar modal dan perbankan.
“Jadi terlihat disini kami berempat ini seperti main basket, passing bolanya smooth, dan efektif dan pada akhirnya bisa kita melempar bola masuk ke ring,” ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers KSSK, Rabu (27/10/2021).
Koordinasi yang baik dari keempat lembaga tersebut diharapkan dapat melahirkan kebijakan yang tepat bagi seluruh elemen masyarakat sehingga target percepatan pemulihan eokonomi nasional dapat terwujud sesuai rencana.
Sri Mulyani mencatat stabilitas sistem keuangan Indonesia pada triwulan III-2021 dalam kondisi aman seiring dengan kasus covid-19 yang kian melandai.
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) memiliki peran fundamental dalam menjaga kepercayaan nasabah di tengah pandemi.
Ketua LPS Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan selama dua tahun pandemi berlangsung belum ada laporan bank terdampak dan mengajukan penjaminan kepada LPS. Hal itu menjadi indikasi kepercayaan masyarakat terhadap sektor keuangan masih besar.
Salah satu kebijakan LPS yang sangat berdampak besar dalam pemulihan ekonomi adalah kebijakan penurunan suku bunga penjaminan di level 3,5%.
LPS mendorong perbankan agar memanfaatkan kebijakan tersebut dengan menurunkan suku bunga kredit agar masyrakat tidak terlalu terbebani untuk kembali memulai usaha.
Analis Senior CSA Research Institute Reza Priyambada mengatkan stabilitas keuangan relatif terkendali meski di awal pandemi sempat tergelincir.
Kebijakan LPS menurunkan suku bunga penjaminan telah mendorong perbankan menyalurkan kredit dengan bunga yang lebih rendah sehingga kepercayaan nasabah terus membaik.
Kerpercayaan masyarakat terhadap lembaga perbankan tercermin dari peningkatan jumlah simpanan masyarakat di bank.
Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan, dana simpanan masyarakat naik dari Rp 6.388 triliun per Juli 2020 menjadi Rp 7.038 triliun per Juli 2021 atau naik 10,9% secara year on year pada tahun lalu.
Purbaya menambahkan tier saldo di atas Rp 5 miliar mengalami kenaikan paling signifikan. Hal itu menunjukan kepercayaan masyarakat kepada lembaga keuangan perbankan meningkat.
Nominal tiering di atas Rp 2 miliar mengalami penurunan sebanyak minus 0,1 persen atau setara dengan 3,83 triliun. Dana tersebut mayoritas dimiliki oleh korporasi. LPS melihat fenomena tersebut merupakan bagian dari pergerakan pemulihan ekonomi nasional ke arah yang positif.
Korporasi dan masyarakat secara umum sudah mulai membelanjakan uangnya untuk ekspansi bisnis mengingat kondisi pandemi kian melandai dan kegiatan masyarakat mulai berangsur normal.
LPS juga mencatat ada kenaikan jumlah rekening simpanan nasabah sebanyak 12,6% menjadi 359.949.911 per juli 2021.