BeritaPerbankan – Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami dugaan kasus korupsi yang melibatkan PT Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Bank Jepara Artha. Salah satu yang diperiksa adalah Kepala Bagian Kredit PT BPR Bank Jepara Artha, Ariyanto Sulistiyono (AS). Pemeriksaan ini terkait dengan dugaan penyelewengan dalam pemberian kredit fiktif yang kini tengah diusut oleh KPK.
“Pemeriksaan dilakukan di Polrestabes Semarang untuk AS, MAR, dan AW,” jelas Tessa Mahardhika, Juru Bicara KPK, saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa (19/11/2024).
Selain Ariyanto, tim penyidik juga memeriksa dua saksi lainnya, yaitu Muhamad Arif Rohman (MAR), yang merupakan Tenaga Pendukung Tim Likuidasi BPR Bank Jepara Artha, dan Agung Widodo (AW), Staf Admin Bagian Legal BPR Jepara Artha sejak tahun 2018 hingga 2024.
KPK telah meningkatkan status kasus korupsi pencairan kredit usaha ini ke tahap penyidikan, dengan dugaan adanya kredit fiktif yang diberikan kepada 39 debitur. Meski demikian, hingga saat ini KPK belum merilis identitas lengkap kelima tersangka yang terlibat karena proses penyidikan masih berjalan.
Sebagai bagian dari upaya penyidikan, pada 26 September 2024, KPK mengeluarkan larangan bepergian ke luar negeri bagi lima tersangka berinisial JH, IN, AN, AS, dan MIA. Menurut keterangan KPK, larangan ini berlaku selama enam bulan dan dapat diperpanjang sesuai kebutuhan penyidikan. Langkah ini diambil untuk memastikan bahwa para tersangka tetap berada di Indonesia guna memudahkan proses pemeriksaan lebih lanjut.
Kasus dugaan korupsi BPR Bank Jepara Artha ini tidak hanya berhenti pada pemberian kredit fiktif. KPK juga tengah melacak kemungkinan adanya aliran dana korupsi yang digunakan untuk keperluan kampanye pemilihan presiden (Pilpres). Hal ini diungkapkan oleh Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu.
“Kami akan melacak lebih jauh terkait dana kampanye, apakah ada keterlibatan dana dari kasus ini,” ujarnya di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (8/10/2024).
Investigasi ini diperkuat oleh temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) pada tahun 2023, yang mencatat adanya transaksi mencurigakan di salah satu BPR di Jawa Tengah. Berdasarkan analisis PPATK, pada periode 2022-2023, total dana mencurigakan yang dicairkan oleh Bank Jepara Artha mencapai Rp102 miliar, yang mengalir ke 27 debitur. Dana ini diduga kemudian ditarik secara tunai dan disetorkan ke rekening seseorang berinisial MIA, yang diduga terkait dengan simpatisan partai politik.
Total dana yang diterima oleh MIA mencapai Rp94 miliar. Dana tersebut kemudian didistribusikan ke sejumlah perusahaan seperti PT BMG, PT PHN, dan PT NBM, serta beberapa individu yang diduga terafiliasi dengan Koperasi Garudayaksa Nusantara (KGN).
Terkait dengan dugaan aliran dana tersebut, Sudaryono, Ketua Gerindra Jawa Tengah yang juga Sekretaris Umum Koperasi Garudayaksa Nusantara, membantah keras tuduhan adanya keterlibatan Koperasi Garudayaksa Nusantara dan perusahaan terkait dalam menerima aliran dana dari BPR Jepara Artha.
“Itu adalah fitnah yang sangat serius jika dikatakan bahwa Koperasi Garudayaksa Nusantara dan perusahaan terkait menerima aliran dana tersebut,” tegas Sudaryono.
Kasus ini semakin mencuat setelah Bank Jepara Artha dilanda isu kebangkrutan sejak Juli 2023. Kondisi ini memicu kekhawatiran di kalangan nasabah, yang mayoritas merupakan Aparatur Sipil Negara (ASN) Pemkab Jepara. Banyak nasabah yang mulai menarik dana mereka setelah pesan berantai mengenai masalah keuangan bank tersebut tersebar luas.
Pada 21 Mei 2024, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) secara resmi mencabut izin usaha PT BPR Bank Jepara Artha melalui Keputusan Anggota Dewan Komisioner OJK Nomor KEP-42/D.03/2024. Dengan pencabutan izin ini, PT BPR Bank Jepara Artha diminta untuk menghentikan segala aktivitas perbankan dan menutup seluruh operasionalnya.
Sementara itu, terkait dana simpanan nasabah yang terdampak akibat penutupan BPR Bank Jepara Artha telah ditangani oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) melalui program penjaminan simpanan, dengan nilai penjaminan hingga Rp2 miliar per nasabah per bank. LPS juga melakukan proses likuidasi seluruh aset milik bank untuk menyelesaikan hak-hak nasabah dan kewajiban bank.