BeritaPerbankan – Kekhawatiran investor yang masih terjadi membuat aset berisiko seperti saham dan kripto kembali dilepas oleh investor. Bahkan kini, investor juga cenderung menjauhi emas dan obligasi pemerintah yang dianggap sebagai aset safe haven. Terlihat harga kripto utama terpantau berjatuhan pada perdagangan Rabu (28/9/2022), mengikuti pergerakan pasar saham global yang masih lesu.
Melansir data dari CoinMarketCap pada pukul 10:00 WIB, Bitcoin ambruk 6,5% ke posisi harga US$ 18.633,64/koin atau setara dengan Rp 284.349.346/koin (asumsi kurs Rp 15.260/US$). Sedangkan untuk Ethereum ambrol 6,77% ke posisi US$ 1.277,29/koin atau Rp 19.491.445/koin.
Bitcoin dalam beberapa hari terakhir diperdagangkan di kisaran US$ 18.000-US$ 19.000, karena pasar kripto terbebani oleh sentimen potensi resesi global. Naik turunnya Bitcoin dan kripto lainnya terjadi karena investor pada awalnya mungkin mencoba mengantisipasi bullish historis kripto pada Oktober dengan menambah kepemilikan mereka dan dua indikator ekonomi kuat yang tak terduga mungkin juga telah mendukung semangat mereka sebelumnya.
Tetapi investor kemudian mundur kembali karena mereka masih khawatir bahwa inflasi dan resesi yang telah menjangkiti pasar aset dari semua lini masih akan menjangkiti pasar dalam beberapa hari ke depan, bahkan mungkin saja hingga akhir tahun ini.
Risiko pasar semakin membesar setelah mata uang di beberapa negara menyentuh level terendahnya karena kuatnya dolar Amerika Serikat (AS). Bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang semakin agresif menjadi salah satu penyebabnya.
Pasar melihat kemungkinan 65% dari pergerakan 75 basis poin (bp) lebih lanjut pada pertemuan The Fed berikutnya pada November mendatang. Bahkan The Fed berpotensi masih akan hawkish hingga tahun depan.
Dengan masih hawkish-nya The Fed hingga tahun depan, maka pelaku pasar semakin khawatir bahwa potensi perlambatan ekonomi hingga berujung resesi akan terjadi paling cepat akhir tahun hingga awal tahun depan.