BeritaPerbankan – Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) melaporkan bahwa Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) Indonesia pada triwulan III-2024 dalam kondisi terjaga dengan baik. Hal ini didorong oleh meredanya tekanan di pasar keuangan global serta kebijakan pelonggaran moneter yang diterapkan oleh beberapa negara utama. Namun, memasuki awal triwulan IV-2024, muncul dinamika baru di perekonomian global yang perlu diantisipasi, terutama karena meningkatnya ketegangan geopolitik di Timur Tengah.
Dalam rapat berkala Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang dihadiri oleh Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia (BI), Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Ketua Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) pada 10 Oktober 2024, disepakati untuk terus memperkuat koordinasi antar-lembaga dan meningkatkan kewaspadaan dalam menghadapi risiko eksternal yang dapat mempengaruhi perekonomian serta sektor keuangan domestik.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani, mengatakan bahwa pelonggaran kebijakan moneter di beberapa negara maju turut berkontribusi meredakan ketidakpastian pasar keuangan global. Di Amerika Serikat, inflasi diperkirakan mendekati target 2% year-on-year (yoy) setelah melalui periode perlambatan ekonomi dan meningkatnya tingkat pengangguran. The Fed merespons situasi ini dengan memangkas Fed Funds Rate (FFR) sebesar 50 basis poin (bps) menjadi 4,75%-5,00% pada September 2024, dan memberi sinyal pelonggaran lanjutan hingga akhir tahun.
Penurunan ini diikuti oleh penurunan yield US Treasury tenor 2 tahun, yang lebih rendah dari yield 10 tahun, serta pelemahan indeks mata uang AS (DXY). Di Eropa, European Central Bank (ECB) juga menurunkan suku bunga acuan pada September 2024 setelah pemangkasan sebelumnya pada Juni. Sementara itu, People’s Bank of China (PBoC) menurunkan suku bunga acuan karena inflasi yang rendah dan lemahnya permintaan domestik.
Situasi ini berdampak positif pada arus modal asing ke negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Meski demikian, eskalasi ketegangan geopolitik di Timur Tengah pada Oktober 2024 mulai kembali meningkatkan ketidakpastian pasar keuangan global. Meski demikian, perekonomian Indonesia terus menunjukkan performa yang positif.
Pada triwulan III-2024, pertumbuhan ekonomi domestik diperkirakan mencapai lebih dari 5% yoy, melanjutkan tren positif dari triwulan sebelumnya. Pertumbuhan ini didukung oleh konsumsi rumah tangga, khususnya di kalangan menengah ke atas, serta investasi yang terus meningkat. Proyek-proyek Strategis Nasional (PSN), termasuk pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN), turut berkontribusi terhadap peningkatan investasi. Ekspor nonmigas juga mengalami pertumbuhan yang kuat, didorong oleh produk-produk manufaktur dan pertambangan.
KSSK memproyeksikan aktivitas ekonomi domestik hingga akhir tahun 2024 akan terus meningkat. Kebijakan pemerintah diarahkan untuk menjaga daya beli masyarakat, stabilitas harga, dan pelaksanaan berbagai program perlindungan sosial. Penyelenggaraan Pilkada serentak pada November 2024 serta mobilitas masyarakat selama hari libur nasional juga diharapkan dapat mendongkrak konsumsi. Di sisi produksi, sektor manufaktur dan perdagangan diperkirakan tetap menjadi penopang utama pertumbuhan.
Secara keseluruhan, perekonomian Indonesia pada tahun 2024 diproyeksikan tumbuh 5,1% yoy, dengan perkiraan pertumbuhan lebih tinggi pada 2025 di angka 5,2% yoy. Pertumbuhan ini akan didorong oleh permintaan domestik serta reformasi struktural yang bertujuan meningkatkan produktivitas dan memperkuat fondasi ekonomi, khususnya di sektor-sektor yang memiliki kemampuan menyerap tenaga kerja dan menghasilkan nilai tambah tinggi.
Nilai tukar Rupiah menunjukkan penguatan pada akhir September 2024, mencapai Rp15.140 per USD, atau menguat 2,08% dibandingkan bulan sebelumnya. Penguatan ini lebih tinggi dibandingkan mata uang regional lainnya, seperti Won Korea, Peso Filipina, dan Rupee India. Penguatan Rupiah didukung oleh kebijakan moneter yang konsisten dari Bank Indonesia (BI), tingginya aliran masuk modal asing, serta kuatnya fundamental ekonomi domestik.
Posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir September 2024 tercatat sebesar USD149,9 miliar, cukup untuk membiayai 6,6 bulan impor atau 6,4 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri. Meski demikian, pada pertengahan Oktober 2024, Rupiah melemah sebesar 2,82% akibat meningkatnya ketidakpastian global yang dipicu oleh ketegangan geopolitik di Timur Tengah. Namun, jika dibandingkan dengan akhir Desember 2023, depresiasi Rupiah hanya 1,17% year-to-date (ytd), yang masih lebih baik dibandingkan pelemahan Peso Filipina, Dollar Taiwan, dan Won Korea.
Inflasi di Indonesia pada September 2024 tercatat sebesar 1,84% yoy, tetap berada dalam kisaran sasaran 2,5±1%. Inflasi inti berada di angka 2,09% yoy, sementara inflasi volatile food (VF) turun menjadi 1,43% yoy. Penurunan inflasi VF didukung oleh meningkatnya pasokan pangan berkat musim panen yang berlanjut serta sinergi pengendalian inflasi yang dilakukan oleh Tim Pengendalian Inflasi Pusat dan Daerah.
Di sektor perbankan, LPS terus berperan aktif dalam menjaga stabilitas sektor perbankan. Hingga akhir Agustus 2024, 99,94% dari total rekening nasabah bank umum dan 99,98% dari nasabah BPR/BPRS telah dijamin sepenuhnya oleh LPS. Pada triwulan III-2024, LPS memutuskan untuk mempertahankan Tingkat Bunga Penjaminan (TBP) di angka 4,25% untuk simpanan Rupiah di bank umum dan 6,75% untuk simpanan Rupiah di BPR. Kebijakan ini dilakukan dengan mempertimbangkan perkembangan suku bunga pasar, kondisi likuiditas, dan stabilitas ekonomi nasional.
Pada September 2024, Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia memutuskan untuk menurunkan BI-Rate sebesar 25 bps menjadi 6,00%, suku bunga Deposit Facility menjadi 5,25%, dan Lending Facility menjadi 6,75%. Sementara itu, pada Oktober 2024, RDG BI memilih mempertahankan suku bunga tersebut. Keputusan ini sejalan dengan kebijakan moneter yang bertujuan menjaga inflasi tetap terkendali pada target 2,5±1% untuk 2024 dan 2025, serta mendukung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.
Kinerja perbankan nasional tercatat stabil dengan Capital Adequacy Ratio (CAR) per Agustus 2024 sebesar 26,78%. Kredit perbankan mencatat pertumbuhan positif sebesar 11,40% yoy menjadi Rp7.508 triliun, didorong oleh peningkatan Kredit Investasi sebesar 13,08% yoy, Kredit Konsumsi 10,83% yoy, dan Kredit Modal Kerja 10,75% yoy. Sementara itu, Dana Pihak Ketiga (DPK) tumbuh 7,01% yoy menjadi Rp8.650 triliun, dengan giro sebagai kontributor terbesar yang tumbuh 10,06% yoy.