BeritaPerbankan – Google kedapatan telah mengumpulkan dan menggunakan data lokasi pengguna Android selama hampir dua tahun antara Januari 2017 dan Desember 2018. Akibatnya, Komisi Persaingan dan Konsumen di Australia (Australian Competi-tion and Consumer Commission, ACCC) mendenda Google sebesar USD 60 juta atau sekitar Rp 883 miliar.
Pengawas kompetisi Australia itu mengatakan, Google terus melacak beberapa ponsel Android penggunanya meskipun telah menonaktifkan “Riwayat Lokasi” di pengaturan perangkat. Pelanggan disesatkan untuk berpikir pengaturan tersebut akan menonak-tifkan pelacakan lokasi, sementara itu pengaturan akun lain aktif.
Adapun pengaturan tersebut adalah “Aktivitas Web & Aplikasi”. Aktif secara default, dan pengaturan ini memungkinkan Google “mengumpulkan, menyimpan, dan menggunakan data lokasi untuk diidentifikasi secara pribadi.”
ACCC mengatakan berdasarkan data yang tersedia, diperkirakan lebih dari 1,3 juta akun Google milik warga Australia terpengaruh, sebagaimana dilansir BleepingComputer, Senin (15/8/2022). “Google mampu menyimpan kumpulan data lokasi melalui pengaturan ‘Aktivitas Web dan Aplikasi’, dan menggunakan data itu untuk iklan tertarget,” kata pimpinan ACCC, Gina Cass-Gottlieb.
Sebelumnya, pada bulan Januari, Komisi Nasional Informatika dan Kebebasan Prancis (CNIL) juga telah mendenda Google sebesar USD 170 juta. Hal ini dilakukan karena, Google mempersulit pengunjung situs web untuk menolak cookie pelacakan dengan menyembunyikan opsi ini di balik beberapa klik, yang merupakan pelanggaran kebebasan persetujuan pengguna internet.
Kasus lainnya, Google juga didenda USD 11,3 juta untuk pengumpulan data, 220 juta euro karena layanannya merugikan pesaing. Google didenda sebesar USD 1,7 miliar untuk praktik anti-persaingan dalam periklanan online, dan USD 2,72 miliar karena menyalahgunakan posisi pasar dominannya untuk mengubah hasil pencarian.