Beritaperbankan – Perkembangan mata uang kripto terus meningkat pesat di seluruh dunia, tidak terkecuali Indonesia. Bahkan disebutkan pada Juni 2021 jumlah investor aset kripto diprakirakan telah mencapai kurang lebih 6.5 juta, atau melewati jumlah investor di pasar saham yang sebesar sekitar 2.4 juta.
Namun Bank Indonesia (BI) dalam Kajian Stabilitas Keuangan no.37 yang belum lama dirilis menerangkan, akurasi angka tersebut belum sepenuhnya dapat diyakini. Lantaran belum terdapat bursa atau lembaga resmi yang mencatat jumlah investor aset kripto di Indonesia.
“Lalu belum adanya single identification untuk investor aset kripto sebagaimana SID(Single Investor Identification) di pasar saham juga menjadi kendala dalam penentuan jumlah investor,” ungkap bank sentral.
Dengan demikian terdapat kemungkinan adanya perhitungan ganda atas jumlah investor aset kripto, yang mana seorang investor dapat saja tercatat di lebih dari satu platform pedagang aset kripto.
Akan tetapi pada semester I tahun 2021 jumlah investor dan transaksi aset kripto terus meningkat menyusul kenaikan harga yang signifikan dalam rentang waktu yang singkat. Lonjakan tertinggi investor terjadi pada bukan Juli 2021, dimana sempat menyentuh angka 4 Juta dibandingkan sepanjang tahun 2020 yang masih kisaran 1,5 hingga 2 Juta.
Berdasarkan data pada platform jual beli (marketplace) aset kripto terbesar di Indonesia, kenaikan jumlah investor yang signifikan terjadi sejak akhir 2020. Hal itu seiring dengan kenaikan harga aset kripto yang juga signifikan dan mencapai puncak pada Maret 2021.
Pada saat itu, harga bitcoin sebagai jenis aset kripto yang paling banyak diperdagangkan dan dengan harga yang paling tinggi, sempat mencapai level tertinggi sebesar kurang lebih Rp850 juta per keping, atau naik lebih dari 100% dibandingkan Desember 2020 yang sekira Rp400 juta/keping.
Kenaikan harga yang cukup tajam tersebut, antara lain dipengaruhi oleh kemudahan membuka akun di berbagai platform perdagangan aset kripto dengan modal yang relatif kecil, serta adanya pembelian bitcoin oleh beberapa korporasi besar global. Sementara di Amerika Serikat, stimulus fiskal juga turut mendorong Rumah Tangga memilih aset kripto sebagai alternatif investasi (safe haven).
Bank Sentral menyebutkan, dampak perdagangan aset kripto pada stabilitas sistem keuangan masih terbatas, namun perlu terus dimonitor. Financial Stability Board memandang bahwa dampak transaksi aset kripto terhadap stabilitas sistem keuangan saat ini masih relatif rendah, sejalan dengan eksposur transaksi aset kripto dalam sistem keuangan yang masih terbatas.
“Di Indonesia, perdagangan aset kripto saat ini masih bersifat early stage, di mana fasilitas yang dimiliki pedagang masih terbatas pada spot trading dengan jumlah transaksi aset kripto yang masih kecil jika dibandingkan dengan transaksi saham yang mencapai Rp 15-35 triliun per hari,” papar BI.
Sebagai informasi aset kripto telah menjadi alternatif instrumen investasi yang diakui di Indonesia. Landasannya yakni Undang-Undang No.10 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No.32 Tahun 1997 Tentang Perdagangan Berjangka Komoditas, Permendag No.99 Tahun 2018 serta Peraturan BAPPEBTI No.3 Tahun 2019.
Dalam aturan tersebut aset kripto ditetapkan menjadi salah satu komoditas yang dapat dijadikan subjek kontrak berjangka dan/atau kontrak derivatif lainnya yang diperdagangkan di Bursa Berjangka dan masuk ke dalam kategori komoditas di bidang aset digital.
Saat ini pengawasan dan pengaturan atas aset kripto, dilakukan oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) dengan 13 pedagang aset kripto dan 229 aset kripto yang telah terdaftar di Bappebti.
“Namun demikian, aset kripto sampai dengan saat ini bukan merupakan dan tidak diakui sebagai alat pembayaran yang sah di Indonesia,” tegas Bank Indonesia.