BeritaPerbankan – Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) ditunjuk oleh Pemerintah dan DPR untuk menjalankan tugas penjaminan polis asuransi yang tertuang dalam draft Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK).
Dalam rapat Panja tersebut Komisi XI DPR bersama Pemerintah sepakat membentuk Lembaga Penjamin Polis (LPP) yang akan diawasi dan diatur oleh LPS.
Seperti diketahui bersama, LPP sangat dinantikan oleh pelaku industri asuransi dan masyarakat yang berharap polis asuransi mendapatkan jaminan seperti halnya simpanan nasabah perbankan yang dijamin oleh LPS hingga Rp 2 miliar per nasabah bank.
Anggota Panja RUU PPSK Anis Byarwati mengatakan dalam RUU PPSK tugas LPS dalam menjalankan program penjaminan polis adalah merumuskan dan menetapkan kebijakan penjaminan polis dan melaksanakan penyelenggaraan program penjaminan polis asuransi.
Anggota Komisi XI Fraksi PKS itu meminta LPS dalam menjalankan penjaminan polis, tidak menjadi institusi bailout atau menyelamatkan perusahaan asuransi yang gagal bayar atau dilikuidasi.
“Kalau kita perhatikan fungsi LPP ini tadinya di perbankan dan dibebankan untuk polis, sehingga khawatir adanya bailout,” jelas Anis.
Anis juga meminta sebelum LPS menjalankan tugas menjamin polis asuransi, industri asuransi itu sendiri harus terlebih dahulu dibenahi, khususnya jasa asuransi yang ‘sakit’ atau bermasalah seperti Jiwasraya dan Asabri.
LPP baru bisa dijalankan apabila sengakrut permasalahan di industri asuransi diselesaikan terlebih dahulu agar tak menjadi beban bagi LPS selaku penyelenggara penjaminan polis.
Hal itu senada dengan apa yang disampaikan Ketua Dewan Komisioner LPS, Purbaya Yudhi Sadewa, yang berharap LPS hanya menjamin polis asuransi perusahaan yang sehat secara finansial.
Purbaya mengatakan LPS siap menjalankan amanat undang-undang untuk melaksanakan program penjaminan polis. Namun LPS, dikatakan Purbaya, membutuhkan waktu setidaknya lima tahun untuk mempersiapkan diri dan industri asuransi agar memenuhi syarat penjaminan polis.
“Kami mau masa tenggang yang cukup untuk menyiapkannya. Saya bilang, 5 tahun siaplah untuk menjamin polis asuransi dan menyiapkan industri asuransi untuk memenuhi syarat penjaminan,” terangnya.
Jika nantinya LPS resmi ditunjuk untuk melaksanakan program penjaminan polis, Purbaya mengungkapkan LPS perlu melakukan perombakan organisasi, salah satunya penambahan dewan komisioner asuransi.
Saat ini LPS masih akan menunggu RUU PPSK dibahas dan disahkan menjadi Undang-Undang. LPS mengklaim telah mendapatkan dukungan dari para pelaku industri asuransi terkait tugas baru LPS menjamin polis.
Purbaya optimis program penjaminan polis akan meningkatkan kepercayaan publik terhadap industri asuransi yang sempat menurun akibat kasus gagal bayar sejumlah perusahaan asuransi.
“Saya pikir, kalau ada program penjaminan ini, industri asuransi akan tumbuh dengan baik dan masyarakat bisa tenang karena uangnya akan lebih dijamin (oleh LPS),” jelasnya.
Pelaksanaan program penjaminan polis oleh LPS sesuai dengan draft RUU PPSK disambut hangat oleh Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Bern Dwyanto.
Bern mengatakan pihaknya mendukung LPS melaksanakan program penjaminan polis asuransi. Namun terdapat sejumlah catatan yang harus diperjelas sebelum penjaminan polis resmi dilaksanakan.
“Tidak ada keberatan mengenai penyelenggara LPP oleh LPS, hanya saja perlu menjadi perhatian adalah penyelenggara LPP harus benar-benar memahami isi polis dan aturan yang berlaku pada polis asuransi baik asuransi umum, asuransi jiwa, maupun syariah. Intinya pihak yang capable dan competence,” ujar Bern.