BeritaPerbankan – Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) akan mengkaji usulan pemberian potongan premi bagi perbankan yang menyalurkan kredit hijau. Hal itu disampaikan oleh Kepala Eksekutif LPS, Lana Soelistianingsih.
Lana mengatakan saat ini penetapan tarif premi penjaminan masih mengacu pada undang-undang yang masih berlaku yaitu tarif premi berlaku flat bagi seluruh bank peserta program penjaminan LPS.
Adapun isu LPS menetapkan tarif premi berdasarkan tingkat risiko bank masih sebatas wacana. Lana menjelaskan untuk merealisasikan kebijakan penetapan tarif premi berdasarkan risiko maupun potongan premi bagi perbankan yang konsisten menyalurkan kredit hijau, maka hal pertama yang harus dilakukan adalah mengubah peraturan dan ketentuan yang berlaku saat ini.
“LPS masih harus mengkaji lagi isu memberikan potongan premi bagi perbankan yang menyalurkan kredit hijau. Karena, UU itu mengatur premi secara flat, itu harus diubah dulu,” ujar Lana.
Seperti diketahui undang-undang tentang LPS secara rigid telah menetapkan besaran tarif premi yang harus dibayarkan kepada LPS adalah 0,1 persen dari total simpanan per 6 bulan.
Undang-Undang juga mengamanatkan LPS harus memiliki aset 2,5 persen dari total simpanan perbankan. Rasio tersebut akan menentukan tingkat penjaminan LPS.
Pada September 2022 rasio aset LPS baru mencapai 1,82 persen dari total simpanan perbankan. Sementara itu pertumbuhan total aset LPS pada akhir 2021 mencapai 15,59 persen yoy menjadi Rp 162,01 triliun.
Portofolio Investasi Surat Berharga LPS juga terpantau tumbuh 14,25 persen yoy mencapai Rp 152,39 triliun.
Sepanjang tahun 2021 LPS berhasil mencatatkan keuntungan dari pendapatan investasi sebanyak Rp 10,00 triliun atau naik 13,03 persen yoy.
Lana menjelaskan tantangan besar yang harus dihadapi untuk mewujudkan usulan penetapan tarif premi berdasarkan tingkat risiko dan kinerja perbankan adalah jumlah perbankan di Indonesia yang relatif banyak yakni mencapai 107 bank umum dan 1.451 BPR yang tersebar di seluruh penjuru negeri.
Oleh sebab itu memerlukan waktu yang tidak sedikit untuk menjalankan kebijakan tersebut sebab cakupan pengawasan yang sangat luas dan penghitungan tarif premi menjadi lebih kompleks.
Lana menambahkan saat ini baru tiga negara yang sudah menjalankan kebijakan skema penetapan tarif premi berdasarkan risiko bank, yaitu Amerika Serikat, Korea Selatan dan Malaysia.
The Federal Deposit Insurance Corporation (FDIC) dari AS membutuhkan waktu selama 60 tahun untuk mengubah tarif flat premi penjaminan menjadi skema berbasis risiko bank.