BeritaPerbankan – Menyimpan uang di bank sudah menjadi bagian dari cara mengelola keuangan masyarakat. Kekinian layanan perbankan yang mengadopsi kecanggihan teknologi digital semakin mempermudah masyarakat dalam kegiatan transaksi perbankan.
Meskipun digitalisasi memberikan segudang manfaat namun terdapat celah yang digunakan pihak yang tidak bertanggung jawab untuk melakukan kejahatan siber khususnya di sektor perbankan yang sudah banyak memakan korban.
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) meminta nasabah waspada terhadap penipuan dengan modus social engineering yang saat ini marak terjadi.
Social engineering merupakan salah satu jenis kejahatan siber yang memanipulasi korbannya untuk memberikan data-data pribadi penting untuk dapat mengakses akun bank korban.
Para pelaku kejahatan modus social engineering melakukan aksinya secara offline maupun online melalui tautan unduhan, SMS, email, telepon hingga popup palsu.
Untuk menghindari kejahatan siber tersebut, Direktur Group Riset LPS Herman Saheruddin membagikan sejumlah tips agar nasabah tidak menjadi korban penipuan bermodus social engineering.
Pertama nasabah jangan pernah sekalipun memberitahukan PIN kepada pihak manapun sekalipun mereka mengaku dari pihak bank.
Kedua jangan pernah memberikan tiga nomor di belakang kartu debit atau kartu kredit, yang merupakan CVV atau Card Verification Value.
Jika ada pihak yang menghubungi anda terkait permasalahan akun di bank maka jangan pernah membagikan informasi apapun kepada penelepon dan segera datangi kantor bank bersangkutan atau menghubungi call center resmi bank tersebut.
“Nasabah jangan percaya begitu saja jika ada yang menghubungi lewat telepon atau media komunikasi lainnya,” tegasnya .
Ketiga bank harus memperkuat sistem IT dan keamanan siber secara berkala agar data nasabah aman begitupun saldo rekening nasabah tidak akan berpindah tangan kepada pihak lain.
Perlu diketahui bahwa saldo rekening nasabah yang menjadi korban kejahatan siber tidak dijamin oleh LPS sebab bank tidak dalam status dilikuidasi otoritas pengawas.
Keempat adalah kerjasama dari berbagai pihak perlu dilakukan untuk menekan angka kasus kejahatan siber di industri perbankan. LPS mengajak masyarakat, regulator dan media ikut mengedukasi masyarakat tentang literasi keuangan digital.
LPS terus berupaya melakukan sosialisasi tips menabung yang aman, program penjaminan LPS dan informasi lainnya terkait literasi keuangan.
Indeks literasi keuangan masyarakat Indonesia masih tergolong rendah yaitu 38,2 persen sementara indeks inklusi keuangan menyentuh level 76 persen.
Terdapat gap yang besar antara indeks literasi keuangan dan inklusi keuangan menyebabkan potensi kejahatan di sektor keuangan memakan korban akan lebih banyak karena minimnya pengetahuan masyarakat tenang literasi keuangan.
“Kami sebagai regulator juga tidak bisa berjalan sendiri untuk meningkatkan literasi keuangan di masyarakat, besar harapan kami kepada insan media untuk bersama-sama memberikan informasi mengenai hal ini kepada masyarakat,” kata Herman.