Berita Perbankan – Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menyatakan sejak beroperasi pada tahun 2005 hingga 2023, sebanyak 121 bank dinyatakan bangkrut oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan dilikuidasi oleh LPS. Sesuai dengan amanat undang-undang, LPS telah membayarkan klaim penjaminan kepada nasabah yang terdampak.
Dalam program penjaminan simpanan, LPS menjamin dana simpanan nasabah perbankan dengan nilai penjaminan mencapai Rp2 miliar per nasabah per bank, saat bank dinyatakan gagal bayar atau dicabut izin usahanya oleh otoritas pengawas. Simpanan nasabah yang berhak mendapatkan ganti rugi harus memenuhi syarat 3T yaitu tercatat di sistem pembukuan bank, tidak terlibat penipuan, kredit macet atau tindakan lainnya yang merugikan bank dan tidak menerima suku bunga simpanan melebihi tingkat bunga penjaminan.
Anggota Dewan Komisioner Bidang Program Penjaminan Simpanan dan Resolusi Bank LPS, Didik Madiyono mengatakan penyebab utama bangkrutnya 121 bank dalam kurun waktu 18 tahun terakhir ini disebabkan oleh tata kelola bisnis yang buruk, kurangnya integritas pengurus bank hingga kasus penipuan yang dilakukan oknum pengurus bank tersebut.
Ketua Dewan Komisioner LPS, Purbaya Yudhi Sadewa tegas mengatakan bahwa pihaknya akan menyeret pelaku penyebab bangkrutnya bank untuk dimintai pertanggungjawaban di hadapan hukum.
Purbaya mengatakan walaupun umumnya pengawasan perbankan merupakan tugas OJK, LPS memiliki kewenangan untuk melakukan penyelidikan terhadap potensi tindak pidana di sektor perbankan. LPS dan OJK menjalin kerja sama melalui Memorandum of Understanding (MoU) untuk menangani kasus tindak pidana di sektor perbankan.
LPS mengatakan dari 121 bank yang ditutup hanya ada 1 bank umum dan sisanya merupakan Bank Perekonomian Rakyat (BPR). Rata-rata ada 6 hingga 7 BPR dicabut izin usahanya setiap tahunnya. Namun hingga November 2023, hanya ada 3 BPR uang dilikuidasi yaitu Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Indotama UKM Sulawesi yang ditutup oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 15 November 2023, Bagong Inti Marga di Jawa Timur dan BPR Karya Remaja Indramayu (KRI) di Jawa Barat.
“Tapi waktu 2022 [BPR yang jatuh] sedikit, 2023 juga relatif sedikit,” ujar Purbaya.
Menurut data statistik perbankan Indonesia, hingga Agustus 2023, jumlah Bank Perkreditan Rakyat (BPR) mencapai 1.412, menunjukkan penurunan sebanyak 38 unit BPR sejak Agustus 2022 yang berjumlah 1.450. Tren penurunan ini juga terlihat pada bulan-bulan sebelumnya, dengan total 1.437 BPR pada Januari 2023, 1.429 BPR pada Februari 2023, 1.426 BPR pada Maret 2023, 1.416 BPR pada April 2023, dan kemudian pada Mei, Juni, serta Juli 2023 mencapai 1.413 BPR.
Perlu diketahui bahwa penurunan jumlah BPR tidak selalu terkait dengan kegagalan bank. Otoritas Jasa Keuangan memang mendesain pengurangan jumlah BPR melalui upaya merger dan konsolidasi guna memenuhi syarat modal minimum yang ditetapkan.
Jatuhnya sejumlah BPR setiap tahunnya tidak signifikan mempengaruhi kinerja industri perbankan nasional. Kinerja BPR juga terpantau stabil, bahkan per Agustus 2023, aset BPR mencapai Rp188,87 triliun. Angka tersebut menunjukkan kenaikan sebesar 7,9% dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya, yang mencatatkan Rp175,04 triliun.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menyatakan berdasarkan analisis otoritas, dalam 5 tahun mendatang, jumlah Bank Perkreditan Rakyat (BPR) diharapkan akan mengalami penurunan lebih dari 400 entitas.
Berdasarkan data OJK per Maret 2023, terdapat 1.426 BPR di Indonesia. Oleh karena itu, perkiraan menunjukkan bahwa pada tahun 2027 hanya akan tersisa sekitar 1.000 BPR. Dian menilai bahwa jumlah ini sudah cukup memadai untuk kebutuhan ekonomi.
“Ini sudah berdasarkan kebutuhan economic test, sudah memadai,” katanya.
Dian juga menyoroti bahwa Undang-undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan memberikan BPR kewenangan lebih. Saat ini, BPR dapat melakukan berbagai kegiatan, mulai dari transfer dana, penukaran valuta asing, kerja sama dengan perusahaan asuransi, hingga terlibat di pasar modal.