BeritaPerbankan – Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa mencatat total klaim penjaminan simpanan nasabah bank yang dilikuidasi, yang sudah dibayarkan oleh LPS sepanjang tahun 2005 hingga 2021 sebesar Rp 1,69 triliun.
Pembayaran tersebut diberikan kepada 265.797 rekening nasabah kategori layak bayar dengan perincian nasabah bank umum sebesar Rp 202 miliar dan untuk BPR sebesar Rp 1,49 triliun.
Purbaya menilai kondisi ekonomi nasional yang relatif baik dan performa manajemen perbankan yang terus meningkatkan kualitasnya, berdampak positif terhadap kondisi industri perbankan yang sehat sejak tahun 1998 hingga sekarang.
“Saya melihat ini pertanda baik, artinya setelah tahun 1998 sektor perbankan kita tidak mengalami tekanan yang sangat masif ini bisa jadi karena manajemen yang baik atau memang ekonomi kita baik,” ujar Purbaya, dalam siaran pers, Kamis (9/12).
Terbaru LPS telah membayarkan klaim penjaminan simpanan nasabah BPR Utomo Widodo di Ngawi, Jawa Timur per November 2021 sebanyak Rp 23,86 miliar kepada 9.523 nasabah, setelah BPR Utomo Widodo dicabut izin usahanya pada 12 Agustus 2021.
Purbaya menambahkan LPS masih terus melakukan verifikasi untuk menentukan simpanan nasabah layak bayar hingga 17 Desember 2021. Oleh karena itu Purbaya mengimbau nasabah yang namanya belum tercantum dalam daftar simpanan layak bayar untuk terus memperbaharui informasi pembayaran klaim di media massa maupun situs resmi LPS.
Saat ini LPS sedang menunggu finalisasi proses pembuatan undang-undang di legislatif yang memungkinkan LPS memiliki peran lebih luas dalam menyelesaikan permasalahan industri perbankan, baik dari sisi likuiditas maupun solvabilitas.
Purbaya menuturkan ke depannya LPS dapat melakukan early intervention, salah satunya dengan penempatan dana ke perbankan. Sehingga apabila ada bank berstatus Bank Dalam Pengawasan Intensif (BDPI) atau Bank Dalam Pengawasan Khusus (BPDK), maka LPS akan mempertimbangkan dan menghitung dapatkah bank tersebut diselamatkan atau tidak, sepanjang biayanya tidak melebihi skenario pembayaran klaim penjaminan.
Hal itu diungkapkan Purbaya sebab opsi menyelamatkan bank yang tengah dalam masalah memiliki multiplier effect sehingga bank dapat kembali sehat dan beroperasi kembali, tentunya dengan perbaikan manajemen dan pengawasan ketat.
Purbaya turut mengevaluasi kinerja internal lembaga yang ia pimpin dengan komitmen terus meningkatkan performa dalam proses verifikasi yang diharapkan akan lebih cepat untuk menentukan status simpanan nasabah.
LPS juga terus meningkatkan kualitas komunikasi dengan para nasabah bank yang dilikuidasi sehingga nasabah dapat memperoleh informasi dengan mudah.
Komunikasi yang baik juga mesti terjalin dengan bank perantara likuidasi. Seperti halnya yang terjadi dengan likuidasi BPR Utomo Widodo dengan perantara pencairan klaim penjaminan melalui BRI.
BRI selaku bank perantara telah menerima data penerima klaim penjaminan LPS atas nasabah BPR Utomo Widodo sehingga nasabah yang namanya masuk dalam daftar simpanan layak bayar dapat langsung datang ke kantor BRI terdekat dengan menunjukan identitas dan pembayaran pun sudah bisa dilakukan.
Purbaya selaku Ketua DK LPS memantau langsung proses pencairan klaim penjaminan nasabah BPR Utomo Widodo di BRI. Purbaya melihat banyak nasabah yang memilih mencairkan uang mereka dalam bentuk tunai.
Padahal menurut Purbaya akan lebih efektif jika nasabah mencairkan uang tersebut melalui mekanisme transfer bank selain prosesnya lebih cepat juga lebih aman bagi nasabah.
LPS terus mengingatkan kepada nasabah untuk patuh terhadap ketentuan LPS agar simpanan dapat dijamin apabila bank tempat menyimpan uang dilikuidasi dan dicabut izin usahanya oleh OJK.
Nasabah wajib memenuhi syarat 3T yaitu simpanan tercatat di pembukuan bank, tingkat suku bunga simpanan tidak melebihi suku bunga penjaminan dan tidak melakukan tindakan yang dapat merugikan bank seperti kredit macet.