BeritaPerbankan – Berdasarkan data dari Bank Indonesia (BI), nilai transaksi uang elektronik (UE) meningkat sebesar 44,24% (year-on-year) menjadi Rp 80,03 triliun pada bulan Februari 2024. Sementara itu, transaksi quick response Indonesian standard (QRIS) meningkat sebesar 161,51% (year-on-year), dengan jumlah pengguna mencapai 46,98 juta dan jumlah pedagang mencapai 31,27 juta.
Di sisi lain, nilai transaksi pembayaran melalui kartu ATM, kartu debit, dan kartu kredit mencapai Rp 566,65 triliun, mengalami penurunan sebesar 8,81% yoy. Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan pada bulan Februari 2024, terjadi peningkatan sebesar 8,96% yoy dalam transaksi BI-RTGS, yang mencapai total Rp 12.916,42 triliun.
Transaksi BI-FAST mengalami pertumbuhan sebesar 36,45% (year-on-year), mencapai total Rp 478,42 triliun. Sementara itu, dalam hal pengelolaan uang rupiah, terjadi peningkatan sebesar 11,89% yoy jumlah uang kartal yang beredar (UYD), yang mencapai total Rp 1.013,05 triliun.
“Kinerja transaksi sistem pembayaran tetap kuat. Nominal transaksi digital banking tercatat Rp 5.103,03 triliun atau tumbuh 19,72% (yoy),” ujarnya.
Peningkatan transaksi digital, khususnya transaksi menggunakan uang elektronik, membuat masyarakat bertanya-tanya, apakah uang yang tersimpan dalam uang elektronik mereka dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) seperti halnya jaminan terhadap simpanan nasabah di perbankan.
Merespon hal ini, Ketua Dewan Komisioner LPS, Purbaya menegaskan bahwa LPS belum menerima mandat untuk menjamin saldo uang elektronik. Saat ini LPS menjamin dana simpanan nasabah di perbankan melalui program penjaminan simpanan, dengan nilai penjaminan hingga Rp2 miliar per nasabah per bank.
“Sering bertanya-tanya apakah uang elektronik dijamin, dengan wewenang sekarang, mandat yang kami terima sepertinya belum karena masih belum ada aturan spesifik apakah financial technology (fintech) termasuk uang elektronik, bisa dijamin LPS,” ungkap Purbaya.
Meski begitu, LPS mendorong adanya penjaminan saldo uang elektronik, mengingat jumlah transaksi uang elektronik terus meningkat, bahkan sudah hampir setara dengan transaksi melalui mesin ATM.
“Indonesia saat ini salah satu penerbit uang elektronik baik oleh 15 bank dan 35 lembaga non bank. Transaksi uang elektronik sudah hampir menyamai transaksi ATM dan ini bisa berlangsung terus ke depannya,” ujar Purbaya.
Purbaya menyatakan bahwa penggunaan uang elektronik di Indonesia relatif tinggi dibandingkan dengan negara-negara lain. Bahkan, jumlahnya terus meningkat secara signifikan selama masa pandemi COVID-19.
Purbaya menjelaskan bahwa untuk menjaga dan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap platform digital, penting untuk fokus pada perlindungan data digital, pengembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK), developer, dan pemenuhan sumber daya manusia (SDM).
Pengawasan keamanan sistem informasi pada platform digital penting dilakukan untuk mencegah aksi peretasan yang merugikan masyarakat. Dia menekankan perlunya peningkatan dalam teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk menghadapi ancaman serius terhadap stabilitas sistem keuangan di masa depan, khususnya terkait dengan sistem keuangan digital.