Berita Perbankan – Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mengakui bahwa sektor keuangan di Indonesia masih dihadapkan pada berbagai tantangan. Masalah utama yang menjadi sorotan LPS adalah tingkat literasi keuangan masyarakat yang masih rendah dan ketimpangan akses ke jasa keuangan. Untuk mengatasi hal ini, LPS berperan penting dalam meningkatkan kesadaran finansial melalui berbagai program edukasi. Masyarakat perlu didorong untuk lebih memahami manfaat dan risiko produk keuangan.
LPS juga berkomitmen untuk mengurangi kesenjangan akses ke layanan keuangan dengan bekerja sama dengan lembaga keuangan dan pemerintah. Upaya kolaboratif ini diharapkan dapat memberikan kesempatan yang lebih adil bagi seluruh masyarakat, terutama mereka yang berada di daerah terpencil. Dengan langkah-langkah ini, LPS optimis tantangan sektor keuangan mampu diatasi demi mencapai inklusi keuangan yang lebih baik di Indonesia.
Sekretaris LPS, Dimas Yuliharto mengatakan tantangan sektor keuangan itu menjadi perhatian penting bagi LPS. Dalam menjalankan peran fungsi kelembagaan, LPS berkomitmen untuk mengangkat isu literasi keuangan dan akses keuangan, untuk meningkatkan kesadaran masyarakat. LPS rutin menggelar acara sosialisasi program penjaminan simpanan di sejumlah daerah dengan menggandeng lembaga keuangan, media hingga komunitas.
“Masih menghadapi tantangan berupa rendahnya literasi keuangan dan ketimpangan akses ke jasa keuangan yang dapat dijangkau seluruh lapisan masyarakat. Terlebih di tengah disrupsi teknologi yang semakin masif. Maka diperlukan upaya terus menerus untuk meningkatkan literasi dan akses ke jasa keuangan. Salah satu yang kami jaga adalah kepercayaan nasabah,” ujar Dimas dalam acara LPS Media Gathering 2023 di Yogyakarta, Jumat (4/8/2023).
Melalui program penjaminan simpanan, yang memberikan perlindungan terhadap dana simpanan nasabah, LPS berupaya terus menjaga kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan, sehingga masyarakat tidak ragu dan khawatir dalam menggunakan produk dan layanan perbankan.
Selain itu, Dimas menambahkan, berdasarkan UU nomor 4 tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK), LPS memiliki mandat baru yaitu melaksanakan program penjaminan polis asuransi, melakukan likuidasi terhadap perusahaan asuransi yang bermasalah, resolusi bank dan penempatan dana.
Perluasan kewenangan LPS dalam UU P2SK diharapkan mampu meningkatkan kontribusi LPS dalam menjaga stabilitas sistem keuangan nasional.
Dimas mengungkapkan bahwa UU P2SK memiliki peraturan yang mengatur jenis-jenis penjaminan polis yang berlaku hanya untuk produk asuransi lini usaha tertentu yang memiliki unsur proteksi. Selain itu, aturan tersebut juga mengatur tentang pengalihan portofolio polis, pengembalian hak pemegang polis, tertanggung, dan peserta untuk polis yang masih aktif.
Selain itu, Dimas juga menjelaskan tentang pembayaran klaim penjaminan untuk klaim polis. Namun, perlu dicatat bahwa program asuransi sosial dan asuransi wajib tidak termasuk dalam cakupan penjaminan ini. UU P2SK juga mengatur tentang batas maksimal penjaminan.
LPS akan mulai menjalankan program penjaminan polis pada 12 Januari 2028. Memiliki waktu persiapan selama 5 tahun, LPS mulai mempersiapkan berbagai hal yang akan mendukung pelaksanaan penjaminan polis. LPS juga masih menyusun berbagai regulasi program penjaminan polis.
Terbaru, LPS mengumumkan adanya perubahan struktur organisasi LPS dengan pembidangan Anggota Dewan Komisioner (ADK) khusus program penjaminan polis. LPS menargetkan jabatan tersebut akan diisi paling lambat pada 2027 mendatang.
“Untuk penjaminan polis dimulai pada 2028, tapi dua tahun setelah UU P2SK aturan turunan dalam PP harus selesai,” ungkapnya.
LPS memiliki sejumlah instrumen resolusi bank sesuai ketentuan UU P2SK. Salah satunya adalah mekanisme likuidasi, di mana aset-aset milik Bank Dalam Resolusi (BDR) dijual untuk menyelesaikan kewajiban-kewajiban bank tersebut. Selain itu, LPS juga dapat memberikan Penyertaan Modal Sementara (PMS) atau tambahan modal kepada BDR dengan tujuan menyelamatkan bank tersebut.
Selanjutnya, terdapat opsi Purchase and Assumption (P&A), di mana sebagian atau seluruh aset dan kewajiban BDR dapat dialihkan kepada bank penerima. Dan yang terakhir, ada opsi pengalihan sementara menggunakan metode Bridge Bank, yaitu mengalihkan sebagian atau seluruh aset dan kewajiban BDR kepada Bank Perantara atau bank yang didirikan oleh LPS. Semua instrumen ini menjadi bagian dari upaya LPS dalam menangani penjaminan dan resolusi bank sesuai dengan peraturan yang telah diamanatkan dalam UU P2SK.