Berita Perbankan – Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan jumlah Bank Perekonomian Rakyat (BPR) yang bangkrut tahun ini menurun drastis dibandingkan rata-rata jumlah BPR yang jatuh setiap tahunnya.
LPS mencatat dalam periode 17 tahun terakhir ini, rata-rata BPR yang jatuh setiap tahunnya adalah 6 hingga 7 BPR. Namun hingga pertengahan tahun 2023, LPS hanya menangani likuidasi 1 BPR. Hal ini mengindikasikan kinerja BPR terus membaik dan diharapkan tren positif ini terus berlangsung sepanjang tahun ini.
“Tapi waktu 2022 [BPR yang jatuh] sedikit, 2023 juga relatif sedikit,” ujarnya dalam acara Like It 2023, di Fairmont Jakarta, Senin (14/8/2023).
Dalam konferensi pers rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) awal bulan ini, Purbaya menyampaikan bahwa jumlah BPR terus menurun sejak akhir tahun lalu. Pada akhir tahun 2022, tercatat ada 1.608 bank BPR. Namun, pada April 2023, angka ini menurun menjadi 1.596 bank, dan per Juni 2023, jumlahnya turun lagi menjadi 1.584 bank.
Purbaya menjelaskan, penurunan jumlah BPR yang cukup signifikan dalam dua tahun terakhir ini, tidak perlu direspon berlebihan dengan kepanikan karena hal itu merupakan hasil dari konsolidasi yang didesain oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan jumlah BPR dalam lima tahun ke depan akan berkurang sebanyak lebih dari 400 entitas. Sehingga pada tahun 2027 diprediksi jumlah BPR yang tersisa adalah 1000 BPR.
Dian menambahkan, berdasarkan data pada Maret 2023, jumlah BPR di Indonesia tercatat sebanyak 1.426 perusahaan. Adapun upaya konsolidasi yang membuat jumlah entitas BPR menurun drastis, dilakukan untuk memperkuat industri perbankan BPR itu sendiri agar mampu bertahan dalam bisnis perbankan tanah air.
Menurut Dian, jumlah 1000 BPR sudah merepresentasikan kebutuhan ekonomi, dan mampu melayani kebutuhan masyarakat dalam menjangkau produk dan layanan perbankan.
“Ini sudah berdasarkan kebutuhan economic test, sudah memadai,” katanya.
Undang-undang (UU) Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK) memberikan wewenang tambahan kepada BPR. Saat ini, BPR dapat menjalankan aktivitas seperti pengiriman dana, pertukaran mata uang asing, menjalin kerjasama dengan perusahaan asuransi, dan bahkan terlibat dalam perdagangan di bursa efek.
Perluasan kewenangan tersebut diyakini mampu mendorong perkembangan BPR di tanah air. Prospek bisnis BPR juga dinilai masih sangat positif, terlebih BPR memiliki kelebihan mampu menjangkau masyarakat di berbagai pelosok daerah yang membutuhkan layanan perbankan.
Direktur Eksekutif Surveilans, Pemeriksaan dan Statistik LPS Priyanto Budi Nugroho menyatakan, potensi atau peluang untuk berkembangnya bisnis BPR masih sangat terbuka, terlebih dalam kondisi ekonomi saat ini dan stabilitas sistem keuangan yang terus terjaga dengan baik.
“Peluang pertama adalah pertumbuhan pasar, dimana terus tumbuhnya kesadaran masyarakat terhadap industri keuangan untuk membantu menggerakkan roda perekonomian terutama di desa-desa. Kedua, penggunaan teknologi yang memungkinkan BPR untuk meningkatkan pelayanan dan memperluas jangkauan dan ketiga, dukungan pemerintah yang akan diperkuat terutama untuk memperkuat peran BPR dalam membiayai sektor UMKM,” ujarnya.
Priyanto mengungkapkan peluang tersebut hanya dapat dimanfaatkan apabila BPR perlu terus mengembangkan ide baru dan mengimplementasikan strategi pemasaran yang efisien untuk tetap mampu bersaing dengan institusi perbankan konvensional.
Selain itu, pengadopsian teknologi dan perubahan menuju digitalisasi juga menghadirkan tantangan bagi BPR yang mungkin memiliki keterbatasan dalam hal sumber daya manusia. Hal ini dianggap sebagai upaya untuk mempermudah pelayanan kepada nasabah, sehingga mampu meningkatkan kinerja BPR secara signifikan.