Berita Perbankan – Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) saat ini tengah sibuk mempersiapkan terobosan penting dalam rangka implementasi Program Penjaminan Polis (PPP) yang dijadwalkan berlaku pada Januari 2028. Program ini mengemban mandat dari Undang-undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK).
Dalam UU P2SK LPS diberikan tugas baru untuk menjamin polis nasabah asuransi. Ini artinya pemegang polis akan mendapatkan jaminan dana dikembalikan saat perusahaan asuransi yang mengeluarkan polis dinyatakan gagal bayar atau dicabut izin usahanya oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Program serupa telah lebih dulu dilaksanakan yaitu program penjaminan simpanan nasabah perbankan, yang mana LPS memberikan jaminan pengembalian dana simpanan nasabah hingga Rp 2 miliar per nasabah per bank.
Sesuai dengan amanat UU P2SK, LPS diberikan waktu selama 5 tahun untuk mempersiapkan segala sesuatu yang akan mendukung jalannya implementasi program penjaminan polis.
Wakil Ketua Dewan Komisioner LPS Lana Soelistianingsih mengatakan LPS menargetkan PPP akan dimulai pada 12 Januari 2028. Meskipun masih lima tahun lagi, LPS menunjukkan keseriusan dengan mulai mempersiapkan program penjaminan polis tak lama sejak UU P2SK disahkan pada Januari 2023 lalu.
“UU P2SK memberikan waktu 5 tahun untuk masa transisi sejak UU ini ditetapkan sampai dengan PPP dimulai, yaitu dari Januari 2023 sampai dengan Januari 2028,” kata Lana.
Adapun persiapan yang dilakukan LPS saat ini yaitu melakukan perubahan organisasi yang menyesuaikan dengan kebutuhan program penjaminan polis di mana saat ini LPS memiliki Direktur Eksekutif Program Penjaminan Polis.
Kedua, LPS mempersiapkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang memiliki kualifikasi untuk mengelola program penjaminan polis. LPS melakukan studi banding ke sejumlah negara yang sudah lebih dulu menjalankan penjaminan polis asuransi seperti Jepang, Korea Selatan dan Singapura.
Ketiga, penyusunan peraturan turunan UU P2SK yang akan menetapkan regulasi pelaksanaan program penjaminan polis. Termasuk di dalamnya besaran nilai penjaminan, iuran kepesertaan, premi penjaminan polis, produk asuransi yang dijamin dan lain sebagainya.
Lana menuturkan saat ini, LPS tengah dalam proses menyusun peraturan-peraturan turunan terkait dengan pelaksanaan PPP sesuai dengan Undang-Undang P2SK. Proses penyusunan ini melibatkan berbagai pihak, termasuk Kementerian Keuangan yang memimpin penyusunan Peraturan Pemerintah terkait PPP. Selain itu, LPS juga sedang aktif dalam menyusun peraturan-peraturan yang lebih rinci terkait dengan PPP. LPS menargetkan seluruh rangkaian peraturan ini akan selesai pada tahun 2024.
“PP turunan UU P2SK tersebut akan mengatur antara lain lini produk yang dijamin, batas penjaminan, iuran perusahaan asuransi, dan kewajiban-kewajiban perusahaan asuransi. Sementara PLPS dan aturan lainnya akan mengatur mengenai PPP secara lebih detail, misalnya detail dari proses bisnis, tata kelola, pelaporan perusahaan asuransi, cara penanganan klaim, dan lain-lain,”ujarnya.
Di samping itu, pada tahun 2024 dan 2025, LPS akan memulai persiapan infrastruktur teknologi informasi (IT) untuk meningkatkan efisiensi pelaksanaan Program Penjaminan Polis (PPP) di masa yang akan datang.
“LPS juga sedang melakukan pengembangan SDM yang memiliki kompetensi untuk penjaminan polis. Untuk mengisi SDM yang memiliki kompetensi tersebut, LPS membekali pegawai dengan berbagai pelatihan serta mengundang ahli/pakar di bidang asuransi dan melakukan FGD dengan asosiasi maupun industri asuransi,” jelas Lana.
LPS optimis dengan adanya Program Penjaminan Polis, kepercayaan masyarakat terhadap sektor asuransi dapat meningkat, industri asuransi di Indonesia dapat tumbuh lebih pesat, dan stabilitas sistem keuangan nasional akan semakin kokoh.
“Kami sadar bahwa hal ini bukanlah tugas yang ringan, namun kami yakin dan optimis bahwa implementasi program penjaminan polis akan berjalan sesuai amanat UU P2SK yakni 12 Januari 2028,” tuturnya.