Berita Perbankan – Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) telah membayarkan simpanan layak bayar milik nasabah bank yang dilikuidasi. Tercatat sebanyak Rp1,75 triliun dari 119 bank yang dilikuidasi, telah dicairkan sejak tahun 2005 hingga pertengahan tahun 2023 sebagai bentuk komitmen LPS dalam melindungi dan menjamin hak-hak nasabah bank yang terdampak akibat penutupan bank-bank tersebut.
Di sisi lain, program penjaminan simpanan LPS dinilai mampu menjaga stabilitas sistem keuangan nasional dan memberikan rasa aman kepada masyarakat untuk menyimpan uang di bank karena adanya jaminan pengembalian saldo rekening hingga Rp2 miliar per nasabah per bank.
Sejak tahun 2005, LPS telah berhasil menangani 271,240 rekening layak bayar dari berbagai bank. Dari jumlah tersebut, sekitar 93,42 persen rekening telah menerima pembayaran dari LPS. Selain itu, LPS telah mencairkan sekitar 82,42 persen dari total nominal simpanan layak bayar yang mencapai Rp1,75 triliun.
LPS menetapkan beberapa syarat agar simpanan dijamin oleh lembaga ini. Pertama, simpanan harus tercatat dalam pembukuan bank. Kedua, tingkat bunga simpanan tidak boleh melebihi tingkat bunga penjaminan LPS. Ketiga, pemegang rekening tidak boleh terindikasi atau melakukan tindak pidana perbankan.
Hingga semester II 2023, LPS telah menjamin 520,5 juta rekening di bank umum dan 15,5 juta rekening di BPR/BPRS. Hal ini menunjukkan skala tanggung jawab LPS dalam melibatkan diri secara menyeluruh dalam menjaga stabilitas sistem keuangan, khususnya sektor perbankan di tanah air.
Ketua Dewan Komisioner LPS, Purbaya Yudhi Sadewa, menyatakan bahwa per Oktober 2023, rasio kecukupan modal (CAR) perbankan mencapai level yang memuaskan, yakni 27,48 persen. Selain itu, likuiditas perbankan juga tercatat mencukupi, dengan indikator AL/NCD dan AL/DPK masing-masing sebesar 117,29 persen dan 26,36 persen, melebihi batas ambang yang ditetapkan.
Dalam acara LPS Award 2023, Purbaya mengungkapkan bahwa kondisi perbankan nasional saat ini dalam kondisi baik. Peningkatan kredit perbankan sebesar 8,99 persen secara tahunan menunjukkan pertumbuhan yang positif, seiring dengan meningkatnya aktifitas ekonomi nasional melalui belanja korporasi dan daerah.
Meskipun kondisi perbankan nasional tergolong baik, Purbaya menyoroti tantangan pertumbuhan ekonomi. Ia mengungkapkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia selama periode 2014-2022 rata-rata 5 persen, masih di bawah rata-rata periode 2004-2014 yang mencapai 6 persen. Purbaya menjelaskan bahwa meskipun pertumbuhan 5 persen tidak buruk menurut standar global, namun untuk standar nasional, pertumbuhan ekonomi seharusnya bisa mencapai 6 persen atau lebih.
Dalam proyeksi LPS, pertumbuhan ekonomi nasional diperkirakan mencapai 5-5,2 persen pada tahun 2023 dan 5-5,3 persen pada tahun 2024. Dengan kondisi perbankan yang baik, Purbaya optimis bahwa pertumbuhan ekonomi yang lebih kuat dapat memberikan dampak positif pada sektor riil.