BeritaPerbankan – Pasca izin usaha Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Arfak Indonesia dicabut oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 17 Desember 2024, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) merespons cepat dengan memulai proses rekonsiliasi dan verifikasi terhadap data simpanan nasabah, sebagai bagian dari proses pembayaran klaim simpanan nasabah melalui program penjaminan simpanan LPS. Jaminan simpanan hingga Rp2 miliar per nasabah akan diberikan sesuai dengan syarat dan ketentuan yang berlaku, sebagai bentuk komitmen LPS dalam menjaga kepercayaan nasabah terhadap industri perbankan.
LPS mengumumkan bahwa proses rekonsiliasi dan verifikasi akan dilakukan secara bertahap dalam kurun waktu 90 hari kerja terhitung sejak izin usaha bank dicabut oleh OJK, atau sampai dengan 14 Mei 2025. Begitupun dengan pengajuan klaim simpanan layak bayar, akan dilakukan secara bertahap sesuai dengan hasil rekonsiliasi dan verifikasi. Bagi nasabah yang belum mendapatkan status simpanan, LPS meminta nasabah tetap tenang dan menunggu pengumuman pada penetapan selanjutnya.
Berdasarkan peraturan yang ada, simpanan nasabah yang akan mendapatkan jaminan dari LPS wajib memenuhi tiga syarat utama, yaitu simpanan tercatat dalam sistem pembukuan bank, tidak menerima suku bunga simpanan melebihi tingkat bunga penjaminan (TBP) dan tidak terlibat dalam tindak pidana perbankan. Nasabah yang memenuhi syarat jaminan simpanan LPS mendapatkan kepastian pembayaran dalam waktu yang telah ditetapkan.
Dilansir dari laman www.lps.go.id LPS menyatakan bahwa batas pengajuan klaim simpanan layak bayar adalah lima tahun terhitung sejak bank dicabut izin usahanya atau sampai dengan 16 Desember 2029. Jika nasabah dengan status simpanan layak bayar tidak mengajukan klaim hingga batas yang ditetapkan, maka LPS tidak memiliki kewajiban membayarkan klaim simpanan nasabah.
Pembayaran klaim simpanan nasabah BPR Arfak Indonesia pertama telah dimulai pada Senin, 23 Desember 2024. Pelayanan pengajuan klaim penjaminan atau pembayaran simpanan layak bayar dilaksanakan melalui PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, selaku bank pembayar yang ditunjuk oleh LPS. Kantor cabang BNI yang akan melayani pembayaran klaim adalah BNI KCP Wosi, BNI KCP Fakfak, BNI KCP Aimas.
Untuk nasabah BPR Arfak Indonesia, pembayaran klaim penjaminan dilakukan melalui mekanisme transfer ke rekening nasabah yang terdaftar atau metode lain yang telah disepakati. LPS menegaskan komitmennya untuk menyelesaikan pembayaran klaim dalam waktu yang tepat, sehingga nasabah dapat kembali mengakses dana mereka dengan aman.
Dalam rangka pembayaran, nasabah wajib menunjukkan atau menyerahkan sejumlah dokumen kepada bank pembayar, yang terdiri dari bukti kepemilikan simpanan (buku tabungan/bilyet deposito), bukti identitas diri (KTP/SIM/Paspor) dan anggaran dasar serta susunan pengurus bagi nasabah berbentuk organisasi/perusahaan.
Berdasarkan UU P2SK, bagi nasabah dengan status simpanan tidak layak bayar dapat mengajukan keberatan kepada LPS paling lambat 180 hari sejak penetapan status simpanan nasabah diumumkan atau sampai dengan tanggal 20 Juni 2025. Pengajuan keberatan harus disertai dengan bukti nyata yang jelas. Prosedur ini selengkapnya dapat dilihat di laman LPS. Perlu diketahui bahwa seluruh proses pembayaran klaim simpanan nasabah tidak dipungut biaya apapun kepada nasabah.
LPS mengimbau nasabah tetap tenang dan tidak terprovokasi oleh pihak-pihak yang mengaku bisa mempercepat proses ini dengan imbalan sejumlah uang. Nasabah dapat menghubungi pusat layanan informasi LPS, telepon 154, WhatsApp 0811 1154 154 dan email: informasi@lps.go.id
Selain membayarkan klaim penjaminan simpanan, LPS juga memiliki kewenangan untuk menangani bank yang mengalami kegagalan, baik melalui upaya penyelamatan atau likuidasi. Dalam kasus BPR Arfak Indonesia, LPS memutuskan untuk melikuidasi bank tersebut setelah evaluasi menyeluruh terhadap kondisi keuangan bank. Likuidasi dilakukan dengan tujuan untuk memaksimalkan nilai aset bank dan meminimalkan kerugian yang mungkin terjadi, baik bagi nasabah maupun bagi sistem perbankan secara keseluruhan.
Proses likuidasi melibatkan penjualan aset bank yang tersisa dan penggunaan dana tersebut untuk membayar kewajiban bank, termasuk klaim nasabah yang tidak dijamin oleh LPS. Proses ini diatur dengan ketat oleh regulasi yang berlaku untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas.