BeritaPerbankan – Pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta kuartal III/2022 tercatat tumbuh 5,94 persen yoy pada Oktober 2022. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta ditopang oleh tren kenaikan permintaan domestik seperti konsumsi rumah tangga, kegiatan ekspor dan investasi masyarakat.
Geliat ekonomi DKI Jakarta terpantau tumbuh pasca pandemi covid-19 yang nampak dari meningkatnya lapangan usaha di sektor pariwisata, transportasi dan telekomunikasi.
Kinerja ekonomi DKI Jakarta yang menunjukkan tren positif turut mendongkrak jumlah dana pihak ketiga (DPK) perbankan di DKI Jakarta.
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) melaporkan jumlah DPK di perbankan Ibukota pada Oktober 2022 mampu menembus level Rp 4.132,7 triliun atau naik sebanyak 12,4 persen yoy.
Anggota DK LPS, Lana Soelistianingsih mengatakan jumlah DPK bank umum di DKI Jakarta telah berkontribusi paling besar terhadap DPK bank umum nasional yaitu sekitar 52,13 persen.
“DKI Jakarta ini menyumbang sangat siginifikan karena dari DPK yang berasal dari DKI 52,13% dari total DPK nasional. Jadi, kekuatan ekonomi DKI memang luar biasa dan saya kira itu akan terus berkembang seiring dengan pertumbuhan ekonomi DKI yang masih terus bergerak,” jelasnya.
Simpanan giro menjadi penopang terbesar pertumbuhan DPK DKI Jakarta dengan kenaikan mencapai 25,7 persen yang setara dengan Rp 1.652,2 triliun, tabungan Rp 711,9 triliun (12,1 persen) dan deposito sebanyak Rp 1.768 triliun (2,3 persen)
Lana menambahkan pertumbuhan DPK Perbankan mengindikasikan dana siap digunakan untuk menopang kegiatan perekonomian nasional di tengah tren pemulihan ekonomi nasional.
“DPK bank umum di Provinsi DKI Jakarta kembali menunjukan pertumbuhan seiring meredanya Covid-19 serta mulai pulihnya ekonomi nasional daerah,” ujar Lana Soelistianingsih, Anggota Dewan Komisioner LPS yang sekaligus Pengurus ISEI Jakarta, dalam Outlook Perekonomian Jakarta 2023, Rabu, 14 Desember 2022.
Kondisi industri perbankan yang stabil dengan likuiditas yang longgar menjadi modal penting dalam menghadapi tantangan ekonomi dan keuangan di tahun 2023.
Dalam Laporan Distribusi Nominal Simpanan Perbankan Oktober 2022, LPS mencatat nominal simpanan Bank umum sebesar Rp 7.996 triliun.
Berdasarkan jenis simpanan, deposito berkontribusi paling besar dengan nominal simpanan Rp 2.883 triliun atau 36,1 persen dari total simpanan Bank umum nasional. Lalu disusul oleh jenis simpanan giro Rp 2.536 triliun (31,7 persen), tabungan Rp 2.520 triliun (31,5 persen), deposit on call berkontribusi sebesar Rp 55 triliun (0,7 persen) dan sertifikat deposito tercatat Rp 2 triliun (0,0 persen).
Dilihat dari valuta simpanan, simpanan perbankan nasional masih dikuasai oleh simpanan rupiah sebanyak 85,5 persen atau setara dengan Rp 6.839 triliun dan simpanan mata uang (valas) sebesar Rp 1.157 dengan porsi simpanan 14,5 persen.
Seperti diketahui pada akhir November 2022 LPS tel;ah mengumumkan tingkat bunga penjaminan (TBP) untuk periode 9 Desember 2022 hingga 31 Januari 2023 yang mana TBP simpanan valas mengalami kenaikan sebanyak 100 bps menjadi 1,75 persen.
Sementara itu TBP simpanan rupiah baik di bank umum maupun BPR tetap bertahan di level 3,75 persen dan 6,25 persen.
Lana menjelaskan LPS bersama anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) akan terus mengamati pergerakan ekonomi dan pasar keuangan global untuk mengantisipasi risiko dari ketidakpastian global yang berpotensi mempengaruhi kondisi ekonomi dan keuangan dalam negeri RI.
Kebijakan kenaikan TBP simpanan valas juga dilakukan sebagai upaya LPS memberikan ruang gerak yang fleksibel bagi perbankan merespon dinamika likuditas global dan mendorong perbankan menyalurkan kredit untuk mendukung kegiatan pemulihan ekonomi nasional.
Kenaikan TBP simpanan valas akan diikuti oleh naiknya suku bunga simpanan valas perbankan. LPS mengimbau masyarakat yang masih menyimpan uang mereka di luar negeri untuk memarkirkan uangnya di perbankan di Indonesia.
Sesuai dengan ketentuan perundang-undangan LPS menjamin simpanan nasabah perbankan baik simpanan rupiah maupun mata uang asing dengan nilai penjaminan mencapai Rp 2 miliar per nasabah per bank.
Program penjaminan simpanan LPS diklaim lebih baik komprehensif dibandingkan negara-negara tetangga seperti Thailand dan Singapura yang tidak menjamin simpanan valas dan hanya menjamin simpanan dalam mata uang lokal mereka. Nilai penjaminan yang diberikan Thailand dan Singapura tercatat dibawah LPS yaitu Rp 443,12 juta dan Rp 854,16 juta.