BeritaPerbankan – Industri Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan BPR Syariah (BPRS) semakin mantap bertransformasi melalui program digitalisasi perbankan untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan pengelolaan bisnis industri perbankan.
Ketua Perbarindo DPD Jateng Dedi Sumarsana mengatakan transformasi digital BPR dan BPRS mutlak diperlukan di era teknologi digital agar industri perbankan tetap bisa beradaptasi dengan perkembangan teknologi sekaligus menjawab kebutuhan pelaku industri perbankan dan masyarakat dalam pelayanan perbankan.
Dedi menambahkan transformasi digital diharapkan tidak hanya dilakukan oleh BPR/BPRS saja, akan tetapi seluruh UMKM di bawah naungan bank juga dapat memanfaatkan kecanggihan teknologi untuk meningkatkan kualitas pengelolaan keuangan, mengatur arus kas yang tercatat secara digital sehingga lebih mudah dalam proses analisa keuangan dan optimalisasi penjualan secara digital.
Proses pelaksanaan digitalisasi operasional BPR/BPRS sudah dimulai pada 23-24 Februari 2022 di wilayah Perbarindo DPK Tegal yang terdiri dari 30 BPR/BPRS. Lalu Perbarindo DPK Pati terdapat 33 BPR/BPRS yang digelar pada 23-24 Maret 2022.
Sementara itu Perbarindo menargetkan pada tahun 2022 pelaksanaan digitalisasi dapat mencakup 254 BPR/BPRS di Jawa Tengah atau 6 wilayah.
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menyambut baik dan mendukung agenda digitalisasi operasional BPRS/BPRS. Penasehat Pratama Pusat Diklat LPS, Budi Joyo mengatakan melalui digitalisasi perbankan, BPR/BPRS dapat memberikan pelayanan yang lebih optimal kepada nasabah karena transformasi pelayanan yang awalnya serba manual kini dilakukan melalui perangkat digital.
“Momen pasca pandemi dapat dimanfaatkan oleh BPR/BPRS untuk melakukan transformasi bisnis dari yang semula dilakukan manual menuju digital sehingga pelayanan kepada nasabah menjadi lebih optimal,” ujar Penasehat Pratama Pusat Diklat LPS, Budi Joyo dalam keterangan pada Kamis (9/6).
Untuk mendukung program transformasi digital BPR/BPRS, LPS telah memberikan pelatihan untuk jajaran Komisaris dan Direksi seluruh Indonesia selama lima hari pada tahun 2021 lalu.
LPS kembali memperkenalkan syarat 3T yaitu: tercatat dalam pembukuan bank, tidak menerima bunga simpanan melebihi tingkat bunga penjaminan LPS dan tidak menyebabkan bank gagal.
Dalam kegiatan tersebut LPS mensosialisasikan syarat penjaminan LPS yang wajib dipenuhi untuk memperoleh pembayaran klaim penjaminan jika bank dilikuidasi. LPS berharap industri perbankan dapat bekerjasama dengan LPS mengedukasi masyarakat tentang pentingnya program penjaminan LPS untuk menjamin simpanan nasabah.
Selanjutnya LPS juga memperkenalkan salah satu fitur andalan di Website lps.go.id yaitu kalkulator 3T LPS yang akan membantu masyarakat memahami syarat-syarat penjaminan dan mensimulasikan apakah simpanan mereka masuk dalam kategori layak bayar atau tidak layak bayar sesuai peraturan LPS.
Simulasi kalkulator 3T LPS merupakan inovasi LPS untuk meminimalisir jumlah simpanan tidak layak bayar karena kekinian masyarakat dapat mengecek simpanan mereka sudah sesuai dengan syarat klaim penjaminan atau tidak saat bank tempat mereka menabung dilikuidasi oleh otoritas pengawas.
Untuk diketahui LPS menetapkan tingkat bunga penjaminan (TBP) bagi simpanan di BPR/BPRS sebesar 6,00 persen yang berlaku pada periode 28 Mei hingga 30 September 2022. Besaran tersebut masih menjadi yang terendah sepanjang sejarah berdirinya LPS.
Diharapkan perbankan dapat memanfaatkan kebijakan LPS tersebut untuk berkontribusi memulihkan perekonomian nasional melalui fungsi intermediasi yang lebih besar sehingga para pengusaha memiliki modal untuk mengembangkan bisnis mereka.