BeritaPerbankan – Usai Donald Trump menang dalam pemilihan presiden Amerika Serikat 2024, Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Purbaya Yudhi Sadewa, memperingatkan adanya potensi risiko ekonomi global yang dapat timbul dari kebijakan tarif agresif. Menurut Purbaya, kebijakan perdagangan yang konfrontatif ini berisiko memicu perang tarif antarnegara, yang pada akhirnya bisa mengguncang stabilitas ekonomi dunia.
“Salah satu risiko yang perlu kita waspadai adalah potensi perang tarif yang mungkin kembali terjadi setelah terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat. Kebijakan tarif yang lebih ketat dapat menciptakan ketegangan dalam perdagangan internasional, yang pada gilirannya akan memperlambat pertumbuhan ekonomi global,” ujar Purbaya saat berbicara dalam Rapat Komisi XI DPR RI pada Rabu (20/11).
Selain itu, Purbaya juga menyoroti peningkatan ketegangan geopolitik, terutama di kawasan Timur Tengah. Konflik yang terus berlangsung antara Israel dan Iran diyakini dapat memperburuk situasi ekonomi global, terutama melalui fluktuasi harga komoditas energi.
“Ketegangan geopolitik ini dapat menyebabkan volatilitas pada harga energi, yang kemudian berpotensi meningkatkan inflasi global. Dampaknya akan terasa langsung pada daya beli masyarakat, yang akan semakin tergerus oleh kenaikan harga-harga tersebut,” tambahnya.
Purbaya juga menyinggung tantangan global lainnya yang terus menjadi perhatian, seperti pemulihan ekonomi Tiongkok yang terhambat oleh krisis properti. Selain itu, ia menekankan bahwa perubahan iklim yang semakin parah menjadi ancaman jangka panjang yang harus segera diatasi.
Kendati berbagai risiko tersebut membayangi, Purbaya tetap optimis bahwa ekonomi global masih memiliki peluang untuk mengalami “soft landing” atau pelambatan ekonomi yang terkendali tanpa menyebabkan lonjakan besar pada tingkat pengangguran. Namun, kewaspadaan tetap diperlukan untuk mengantisipasi berbagai ketidakpastian yang ada.
“Ekonomi global saat ini masih cukup kuat dan memiliki peluang untuk menghindari resesi besar. Namun, kita tetap perlu waspada terhadap risiko yang dapat mempengaruhi kestabilan ekonomi ke depan,” ujarnya.
Berpindah ke situasi domestik, Purbaya juga memberikan pandangannya tentang pertumbuhan ekonomi Indonesia. Meski sedikit melambat pada kuartal III 2024, ekonomi Indonesia masih mampu mencatatkan pertumbuhan tahunan sebesar 4,95 persen (yoy). Angka ini memang lebih rendah dibandingkan dua kuartal sebelumnya, tetapi Purbaya yakin Indonesia masih berada di jalur pertumbuhan yang positif.
“Untuk keseluruhan tahun 2024, kami perkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan tetap berada di sekitar 5 persen. Namun, langkah-langkah strategis perlu diambil untuk menjaga momentum ini agar bisa berlanjut di tahun-tahun mendatang,” kata Purbaya.
Ia juga menegaskan pentingnya kebijakan yang terintegrasi dan adaptif dalam menghadapi berbagai ancaman, baik yang berasal dari perkembangan global maupun situasi domestik. Menurutnya, pemerintah dan sektor keuangan perlu terus memperhatikan risiko dari luar negeri, seperti perang tarif, agar pemulihan ekonomi Indonesia tetap berjalan dengan lancar.
“Kebijakan yang tepat dan responsif sangat diperlukan untuk memastikan pemulihan ekonomi, baik di tingkat global maupun nasional, tidak terhambat oleh perang tarif atau ketegangan perdagangan internasional,” tutup Purbaya.
Purbaya menegaskan bahwa meski dunia menghadapi berbagai tantangan serius, masih ada peluang untuk mempertahankan stabilitas ekonomi dengan kebijakan yang tepat. Baik isu perang tarif, ketegangan geopolitik, maupun krisis domestik seperti inflasi dan perubahan iklim, semuanya membutuhkan perhatian khusus agar tidak mengganggu keseimbangan ekonomi global maupun nasional.