Beritaperbankan.id – Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mengungkapkan jumlah investor pasar modal saat ini didominasi oleh generasi muda berusia di bawah 30 tahun.
Berdasarkan kelompok usia, investor di bawah usia 30 tahun tercatat sebanyak 58,84 persen, usia 31-40 tahun (22,38 persen), 41-50 tahun (10,82 persen), 51-60 tahun (5,20 persen) dan usia di atas 60 tahun sebanyak 2,76 persen.
Secara demografi latar belakang pendidikan investor mayoritas adalah lulusan SMA dengan persentase 62,64 persen. Disusul oleh investor lulusan S1 sebesar 27,68 persen, D3 6,92 persen dan Lulusan S2 & S3 sebanyak 2,56 persen.
Menurut data Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) jumlah investor pasar modal pada 3 November 2022 tercatat tembus 10 juta investor. Data tersebut mengacu pada Single Investor Identification (SID).
Jumlah investor pasar modal pada tahun ini mengalami peningkatan sebanyak 35,53 persen dari jumlah investor tahun 2021 yang tercatat sebanyak 7.489.337 investor.
Meskipun pandemi melanda Indonesia namun ternyata data menunjukkan adanya kenaikan signifikan jumlah investor pasar modal dari tahun 2020 yang hanya 3.880.753 investor kemudian melesat naik sebanyak 92,99 persen di tahun 2021.
Direktur Utama KSEI, Budhi Prasetyo mengatakan jumlah investor pasar modal yang sudah menembus angka 10 juta didominasi oleh investor lokal sebesar 99,78 persen. Hal itu merupakan berita baik bagi dunia investasi tanah air sebab kesadaran masyarakat untuk berinvestasi mulai tumbuh dan diharapkan dapat memberikan ketahanan bagi pasar modal di Indonesia.
Tingginya ketertarikan generasi muda dalam dunia investasi di satu sisi merupakan pencapaian positif. Akan tetapi hal itu harus didukung dengan upaya peningkatan literasi keuangan di masyarakat.
Kepala Eksekutif LPS, Lana Soelistianingsih mengatakan literasi keuangan harus diperkuat di tengah era digitalisasi sektor keuangan dan perbankan agar masyarakat terhindar dari penawaran investasi ilegal.
“Idealnya, peningkatan inklusi pasar keuangan perlu terus didorong untuk berdampingan dengan peningkatan literasi supaya inklusivitas pasar keuangan kita semakin berkualitas,” ujar dia.
Berdasarkan Survei Nasional Literasi Inklusi Keuangan (SNLIK) 2022, indeks Inklusi keuangan nasional mencapai 85,10 persen dan indeks literasi keuangan berada di level 49,68 persen.
Meskipun indeks literasi keuangan tercatat meningkat dari tahun sebelumnya, namun capaian tersebut belum mampu mengimbangi tingginya inklusi keuangan yang terjadi. Dengan kata lain, minat masyarakat menggunakan produk keuangan yang tinggi tidak diimbangi dengan pemahaman produk keuangan dan risikonya.
Rendahnya tingkat literasi keuangan juga dapat berdampak pada tingginya jumlah korban penipuan investasi bodong atau ilegal karena sejak awal calon investor tidak memiliki pengetahuan tentang produk tersebut dan cara kerja investasi yang baik dan benar sehingga mereka sulit mendeteksi penawaran tidak wajar yang berujung kerugian.
“Pada 2022, indeks literasi keuangan masih sebesar 49,68%. Hal ini berarti kita perlu berupaya bersama-sama untuk terus meningkatkan sosialisasi semacam yang digelar Great Edu supaya pemahaman masyarakat atas instrumen keuangan semakin meningkat,” kata Kepala Eksekutif Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Lana Soelistianingsih dalam siaran pers, Kamis (15/12/2022).
Lana mengimbau kepada calon investor untuk senantiasa waspada terhadap penawaran investasi ilegal. Pastikan cek 2L yaitu Legal dan Logis, sebelum membeli produk investasi apapun. Legal artinya produk dan perusahaan yang menjual produk investasi telah memiliki izin dari OJK. Logis artinya keuntungan yang dijanjikan masuk akal. Ingat bahwa tidak ada hasil investasi yang instan. Jangan tergiur dengan janji keuntungan besar dalam waktu yang cepat karena hampir bisa dipastikan investasi tersebut bermasalah di kemudian hari.
Jika masyarakat memilih berinvestasi pada produk perbankan, pastikan simpanan telah memenuhi kriteria 3T yaitu tercatat di sistem pembukuan bank, tidak menerima bunga simpanan melebihi tingkat bunga penjaminan dan tidak menyebabkan bank merugi salah satunya akibat kredit macet.
Simpanan yang memenuhi syarat 3T tersebut akan mendapatkan penjaminan dari LPS saat bank tempat nasabah menabung dicabut izin usahanya oleh OJK. Nilai penjaminan yang diberikan LPS hingga Rp 2 miliar per nasabah per bank.
LPS sebagai lembaga keuangan yang memiliki tugas menjaga stabilitas sistem keuangan terus berupaya berkontribusi meningkatkan literasi keuangan di masyarakat melalui kegiatan sosialisasi yang melibatkan otoritas perbankan dan keuangan, perguruan tinggi dan komunitas.