BeritaPerbankan – Pemerintah Indonesia resmi menerbitkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2024 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan, atau yang lebih dikenal sebagai UU P2SK. Salah satu mandat penting dalam UU ini adalah pemberian kewenangan kepada Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) untuk menyelenggarakan Program Penjaminan Polis (PPP). Program ini bertujuan melindungi pemegang polis, tertanggung, serta peserta dari perusahaan asuransi yang izin usahanya dicabut akibat kesulitan keuangan.
Program Penjaminan Polis oleh LPS menjadi langkah konkret dalam memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap industri asuransi di Indonesia. Melalui program ini, nasabah mendapatkan jaminan bahwa polis mereka akan tetap aman meskipun perusahaan asuransi tempat mereka bernaung mengalami permasalahan keuangan. Keberadaan program ini tidak hanya melindungi nasabah, tetapi juga memperkuat stabilitas industri asuransi dan reasuransi secara keseluruhan.
Dalam rangka persiapan implementasi PPP, yang dijadwalkan akan dimulai pada tahun 2028, perusahaan reasuransi milik negara, Indonesia Re, turut berperan aktif dengan mendalami proses bisnis dan metode reasuransi yang relevan. Beatrix Santi Anugrah, Direktur Pengembangan dan Teknologi Informasi Indonesia Re, menegaskan dukungan penuh perusahaan terhadap inisiatif pemerintah ini. Beatrix menyampaikan bahwa tujuan utama program penjaminan polis adalah memberikan perlindungan yang lebih baik kepada nasabah, sehingga tingkat kepercayaan masyarakat terhadap perusahaan asuransi dan reasuransi dapat terus terjaga.
“Dengan adanya jaminan dari program ini, diharapkan nasabah merasa lebih aman dan nyaman saat bertransaksi dengan perusahaan asuransi,” ungkapnya.
Meski demikian, Beatrix juga menyoroti tantangan besar yang dihadapi industri reasuransi domestik. Menurutnya, akumulasi risiko yang ditanggung oleh perusahaan asuransi cukup signifikan, sementara ekuitas perusahaan reasuransi dalam negeri belum sebanding dengan besarnya risiko tersebut. Dibandingkan dengan perusahaan reasuransi asing, kapasitas reasuransi di Indonesia masih membutuhkan penguatan, baik dari sisi modal maupun regulasi.
Untuk itu, perusahaan-perusahaan reasuransi di dalam negeri dinilai perlu mendapatkan dukungan ekuitas yang lebih kuat serta regulasi yang jelas dan tegas guna menjaga stabilitas risiko asuransi dalam negeri. Hal ini penting agar reasuransi domestik dapat memainkan peran yang lebih optimal dalam melindungi risiko-risiko yang ada di industri asuransi nasional.
“Kami berharap, dengan adanya program penjaminan polis ini, baik perusahaan asuransi maupun reasuransi akan memiliki perlindungan yang lebih baik dalam mengelola risiko yang mereka tanggung,” tambah Beatrix.
Selain aspek perlindungan, LPS juga akan diberi kewenangan untuk melakukan early intervention atau intervensi dini terhadap perusahaan asuransi yang mengalami masalah keuangan. Langkah ini memungkinkan LPS untuk segera bertindak sebelum kondisi perusahaan semakin memburuk, sehingga dapat meminimalisir dampak negatif terhadap pemegang polis. Kewenangan tersebut menunjukkan komitmen pemerintah dalam menciptakan sistem keuangan yang lebih stabil dan sehat, khususnya di sektor asuransi.
Lebih lanjut, LPS juga akan bertanggung jawab dalam menyusun regulasi yang mengatur stabilitas keuangan anggotanya, dengan pengawasan ketat dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai regulator utama. Kehadiran LPS dalam industri asuransi ini diharapkan mampu menciptakan sinergi yang baik antara regulasi dan operasional perusahaan asuransi serta reasuransi.
Dengan mandat baru ini, pemerintah menargetkan peningkatan daya saing industri asuransi nasional, baik dari sisi peningkatan premi maupun penetrasi pasar. Harapannya, industri asuransi di Indonesia akan semakin kuat dan mampu memberikan pelayanan yang lebih baik kepada nasabah di seluruh penjuru negeri. Program Penjaminan Polis oleh LPS menjadi fondasi penting dalam perjalanan menuju industri asuransi yang lebih stabil, aman, dan terpercaya.