BeritaPerbankan – Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) akan menjalankan program penjaminan polis asuransi di Indonesia pada tahun 2028 mendatang sesuai dengan amanat Undang Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), yang telah disahkan pada 12 Januari 2023.
Program ini bertujuan untuk memberikan perlindungan lebih bagi pemegang polis dari risiko kegagalan perusahaan asuransi dalam membayar klaim. Skema penjaminan ini tidak berbeda jauh dengan program penjaminan simpanan nasabah perbankan yang telah dijalankan LPS sejak tahun 2005.
Pakar asuransi dan Ketua Umum Komunitas Penulis Asuransi Indonesia (Kupasi), Wahyudin Rahman, menjelaskan bahwa terdapat perbedaan antara jaminan polis asuransi LPS dan reasuransi. Dia mengungkapkan bahwa reasuransi berfungsi untuk mengelola risiko yang ditanggung perusahaan asuransi. Misalnya, dalam program treaty, perusahaan asuransi dapat meminta recovery dari reasuransi selama izin usahanya belum dicabut. Sementara itu, penjaminan polis LPS berlaku setelah perusahaan asuransi dicabut izin usahanya oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
“LPS menjalankan kewajibannya setelah perusahaan asuransi dicabut izinnya oleh OJK. Misalnya, jika ada klaim yang sudah settle namun belum dibayar sebelum izin usaha dicabut, maka LPS akan membayar sesuai limit yang ditentukan dan dapat menagih sisa recovery dari reasuransi jika ada,” ujar Wahyudin.
Persiapan Program Penjaminan Polis
Ketua Dewan Komisioner LPS, Purbaya Yudhi Sadewa, mengungkapkan bahwa pihaknya akan menyusun peraturan pelaksanaan program penjaminan polis (PPP) pada tahun ini, dengan target selesai pada 1 Januari 2025.
“Setahun sebelum pelaksanaan, di tahun 2027, kita akan mulai mengevaluasi perusahaan asuransi untuk memastikan mereka memenuhi standar yang ditetapkan oleh LPS,” ujar Purbaya usai konferensi pers di Jakarta, Rabu (31/07/2024).
Purbaya menjelaskan bahwa LPS dan OJK akan menentukan persyaratan asuransi yang bisa dijamin dan kriteria perusahaan asuransi yang bisa menjadi peserta program penjaminan polis.
Untuk menjalankan mandat baru ini, LPS telah menyusun roadmap yang dimulai sejak 2023. Pada tahap awal, LPS telah melakukan perubahan organisasi dan kelembagaan serta memenuhi kebutuhan sumber daya manusia. Salah satunya adalah penunjukan Jarot Marhaendro sebagai Direktur Eksekutif Survelians, Pemeriksaan, dan Data Asuransi pada September 2023.
Pada 2024, LPS akan menyusun peraturan pelaksanaan, proses bisnis, rencana otomasi, dan perubahan pada blueprint teknologi informasi (TI). Infrastruktur dan sumber daya manusia akan dipersiapkan untuk mendukung PPP. Implementasi pengembangan TI dan infrastruktur pendukung akan dilaksanakan pada 2025. Pada 2026-2027, LPS akan melanjutkan pengembangan teknologi dan SDM yang memadai untuk menjalankan program ini.
“Kendala yang dihadapi sejauh ini tidak signifikan, hanya peraturan pelaksana yang sedikit lambat. Namun, ini masih dalam jadwal yang sesuai,” tambah Purbaya.
Dengan persiapan yang matang dan dukungan penuh dari berbagai pihak, LPS optimis mampu menjalankan tugas barunya sebagai penjamin polis asuransi dengan efektif, memberikan perlindungan yang lebih baik bagi pemegang polis di Indonesia mulai tahun 2028.