BeritaPerbankan – Setiap negara memiliki peraturan dan kebijakan keuangan yang berbeda. Salah satunya di sektor keuangan perbankan. Hal itu terlihat dari perbedaan diantara Indonesia, Thailand dan Singapura dalam hal penjaminan simpanan nasabah.
Seperti diketahui Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sebagai otoritas penjamin simpanan nasabah perbankan di Indonesia, LPS menjamin dana nasabah perbankan, baik dalam mata uang rupiah maupun mata uang asing, hingga Rp 2 miliar per nasabah per bank.
Untuk mendapatkan klaim penjaminan saat bank dilikuidasi juga sangat mudah. Simpanan nasabah hanya perlu memenuhi syarat 3T yaitu tercatat dalam sistem pembukuan bank, tidak menerima bunga simpanan di atas tingkat bunga penjaminan (TBP) yang ditetapkan LPS dan tidak menyebabkan bank gagal seperti kasus kredit macet.
Berbeda dengan LPS, otoritas penjamin simpanan nasabah di Thailand dan Singapura diketahui hanya menjamin simpanan nasabah dalam mata uang lokal.
Nilai penjaminan simpanan oleh Deposit Protection Agency (DPA) Thailand tercatat lebih rendah dari nilai penjaminan yang diberikan LPS yaitu THB 1 juta atau setara dengan Rp 443,12 juta (dengan asumsi kurs rupiah dan THB Rp 443,12).
Penjaminan DPA Thailand terhadap GDP per kapita sebesar 7,87 kali. Sementara itu penjaminan LPS terhadap GDP per kapita tercatat jauh lebih tinggi yaitu 32,45 kali.
Singapore Deposit Insurance Corporation (SDIC) selaku regulator penjamin simpanan nasabah perbankan Singapura hanya menjamin simpanan nasabah maksimal S$ 75.000 atau setara dengan RP 851,09 juta (dengan asumsi kurs S$ terhadap rupiah Rp 11.347).
SDIC juga tidak menjamin simpanan nasabah dalam mata uang asing. Ketua Dewan Komisioner LPS, Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan jika ingin mendapatkan penjaminan dari SDIC maka dana nasabah harus dikonversikan ke mata uang dolar Singapura dan itu pun tidak lebih dari Rp 850 juta saja.
Purbaya menyampaikan program penjaminan simpanan LPS jauh lebih baik dan komprehensif dibandingkan regulator di luar negeri. LPS melaksanakan penjaminan simpananan dalam rupiah maupun mata uang asing, sehingga lebih menguntungkan bagi nasabah jika menabung valas di Indonesia.
Jika bank tempat nasabah menabung ditutup izin usahnya oleh otoritas pengawas, maka LPS akan mengganti dana nasabah hingga Rp 2 miliar, jauh lebih besar dibandingkan nilai penjaminan maksimum Thailand dan Singapura.
“Nilai simpanan yang dijamin LPS jauh lebih tinggi baik secara nominal maupun secara relatif terhadap PDB per kapita dibandingkan otoritas penjaminan simpanan Thailand dan Singapura,” ujar Purbaya secara virtual pada Rabu (7/12).
Purbaya tidak menampik bahwa masih ada sebagian masyarakat Indonesia yang memilih menyimpan uang mereka di bank di luar negeri karena tergiur dengan bunga simpanan yang tinggi.
Namun nasabah justru mengabaikan risiko karena simpanan mereka tidak dijamin oleh otoritas penjamin simpanan di negara tersebut.
“Mungkin banyak masyarakat tidak tahun. Merasa tertarik menempatkan uang di luar karena bunganya lebih besar, tapi tidak tahu itu tidak dijamin. Hati-hati,” papar Purbaya.
Purbaya mengajak masyarakat untuk memarkirkan dana mereka dari luar negeri ke Indonesia dan memastikan simpanan masyarakat di perbankan tanah air aman dijamin LPS melalui program penjaminan simpanan yang mencakup simpanan rupiah dan mata uang asing di bank umum dan BPR.
LPS baru-baru ini juga telah mengumumkan tingkat bunga penjaminan (TBP) simpanan valas naik 100 bps menjadi 1,75 persen yag berlaku pada 9 Desember 2022 hingga 31 Januari 2023. Sedangkan TBP untuk simpanan rupiah di bank umum dan BPR tetap dipertahankan di level 3,75 persen dan 6,25 persen.