Berita Perbankan – Proses likuidasi Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Pasar Umum Denpasar, Bali masih terus dilakukan oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) setelah BPR Pasar Umum dicabut izin usahanya oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 25 November 2022 melalui Keputusan Anggota Dewan Komisioner (KADK) OJK Nomor KEP-181/D.03/2022.
LPS mengundang para investor untuk membeli aset-aset milik BPR Pasar Umum Denpasar guna mendukung upaya percepatan proses likuidasi. Dalam sosialisasi terkait Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) di Kuta, Kabupaten Badung, Bali, Kepala Eksekutif LPS, Lana Soelistianingsih, menyatakan undangan tersebut kepada investor yang tertarik.
“Kami mengundang investor yang tertarik membeli aset bank yang dalam likuidasi,” kata Kepala Eksekutif LPS Lana Soelistianingsih di Kabupaten Badung, Bali pada Jumat (23/6).
Dalam keterangannya Lana tidak mengungkapkan secara spesifik nilai potensial seluruh aset BPR Pasar Umum Denpasar. Namun, kata Lana, LPS telah bekerjasama dengan Kantor Pelaksana Lelang Negara (KPLN) untuk menjual aset-aset bank yang sedang dilikuidasi oleh LPS, termasuk BPR Pasar Umum.
Lana mengungkapkan langkah ini diambil sebagai bagian dari upaya untuk mempercepat proses likuidasi dan memastikan pemulihan dana kepada para pemegang simpanan. Dengan melibatkan investor dalam pembelian aset BPR, diharapkan likuidasi dapat berjalan lebih efisien.
LPS sendiri sudah melakukan pembayaran klaim penjaminan kepada nasabah BPR Pasar Umum yang simpanannya telah memenuhi syarat penjaminan.
Untuk mendapatkan klaim penjaminan simpanan nasabah wajib memenuhi syarat 3T yaitu tercatat di sistem pembukuan bank, tidak menerima bunga simpanan atau cashback melebihi tingkat bunga penjaminan (TBP) dan tidak menyebabkan bank merugi.
LPS menjamin seluruh simpanan nasabah bank yang beroperasi di wilayah Indonesia dengan penggantian saldo simpanan maksimal Rp 2 miliar per nasabah per bank. Pembayaran klaim penjaminan akan diberikan kepada nasabah bank yang dilikuidasi LPS atau ditutup izin usahanya oleh OJK.
Sekretaris LPS, Dimas Yuliharto, mengungkapkan bahwa LPS akan melakukan rekonsiliasi dan verifikasi data simpanan serta informasi lainnya untuk menetapkan simpanan yang layak dibayar kepada nasabah.
Dimas menambahkan proses rekonsiliasi dan verifikasi dijadwalkan akan selesai dalam waktu maksimal 90 hari kerja terhitung sejak tanggal pencabutan izin usaha bank tersebut. Pembayaran dana nasabah akan dilakukan secara bertahap selama periode tersebut.
Selain itu, LPS juga membentuk tim likuidasi yang bertanggung jawab untuk menjalankan proses likuidasi bank dan menyelesaikan segala urusan terkait pembubaran badan hukum bank tersebut.
Nasabah dapat memantau status simpanan mereka melalui kantor bank yang dilikuidasi atau melalui situs web resmi LPS di www.lps.go.id setelah LPS mengumumkan pembayaran klaim penjaminan simpanan nasabah.
Selanjutnya, bagi debitur bank yang masih memiliki cicilan pada bank yang sedang dilikuidasi LPS, maka dapat melakukan pembayaran cicilan atau pelunasan pinjaman di kantor bank tersebut dengan menghubungi tim likuidasi yang telah ditunjuk oleh LPS.
Langkah tersebut merupakan bentuk upaya penyelesaian yang adil dan transparan dalam proses likuidasi bank agar dapat memberikan kenyamanan dan kepastian kepada nasabah dan debitur bank.
LPS mengajak masyarakat patuh terhadap syarat penjaminan simpanan yang ditetapkan LPS. Ketua Dewan Komisioner LPS, Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan sebanyak 76 persen dari simpanan tidak layak bayar disebabkan oleh tingginya bunga simpanan yang diterima nasabah melebihi TBP yang ditetapkan.
Program penjaminan simpanan LPS memiliki manfaat yang besar bagi keamanan simpanan nasabah. Para nasabah bank yang dilikuidasi merasakan manfaat penjaminan LPS, sebab dana simpanan mereka tetap bisa cair meskipun bank masih dalam proses likuidasi.