BeritaPerbankan – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat adanya tren penuruan jumlah Bank Perkreditan Rakyat (BPR) sejak tahun 2016 hingga 2021. Hingga September 2021 jumlah BPR dan BPRS yang masih beroperasi berjumlah 1.646 unit, terdiri dari 1.481 BPR dan 165 BPRS.
Berdasarkan data dari OJK, jumlah BPR dan BPRS terus mengalami penurunan sejak tahun 2016. Pada tahun 2017 jumlah BPR dan BPRS yang tutup sebanyak 13 bank dari 1.799 BPR pada tahun 2016 tersisa 1,786 bank di tahun 2017.
Tren penurunan masih terjadi pada tahun 2018 sebanyak 22 bank menjadi 1764 BPR dan BPRS. Sementara itu tahun 2019 kembali menyusut menjadi 1.709 unit BPR dan BPRS yang beroperasi.
Dan pada tahun 2020 BPR dan BPRS yang beroperasi sebanyak 1.669 unit bank. Hingga September 2021, terdapat 1.646 unti BPR dan BPRS yang masih beroperasi.
Merespon hal tersebut, Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan penurunan jumlah BPR masih dalam kategori wajar berdasarkan rata-rata pertahunnya.
Purbaya mengatakan sejak tahun 2005 hingga 2021 rata-rata penurunan jumlah BPR dan BPRS pertahunnya berada di kisaran 6 hingga 8 unit BPR.
Menurutnya sistem perbankan nasional masih terkendali meski di tengah tekanan pandemi covid-19 yang berpengaruh terhadap perekonomian nasional.
Dalam keterangan persnya, Purbaya menuturkan BPR yang tutup umumnya disebabkan oleh mismanajemen atau tatakelola korporasi yang buruk.
“Saya mencermati apakah ada BPR yang ditutup karena dampak dari pandemi Covid-19. Ternyata tekanan pada perbankan selama masa pandemi ini masih dapat dikendalikan,” tambah dia.
Kepada awak media, Purbaya menyampaikan bahwa LPS sejak tahun 2005 hingga 2021 telah mencairkan klaim penjaminan nasabah bank yang dilikuidasi sebesar Rp 1,69 triliun.
Pembayaran tersebut diberikan kepada 265.797 rekening nasabah kategori layak bayar dengan perincian nasabah bank umum sebesar Rp 202 miliar dan untuk BPR sebesar Rp 1,49 triliun.
Purbaya menilai kondisi ekonomi nasional yang relatif baik dan performa manajemen perbankan yang terus meningkatkan kualitasnya, berdampak positif terhadap kondisi industri perbankan yang sehat sejak tahun 1998 hingga sekarang.
Meski kondisi sektor keuangan perbankan terpantau sehat, namun LPS bersama komite stabilitas sistem keuangan (KSSK) akan terus memantau dan mengevaluasi apabila terdeteksi sinyal ketidakstabilan industri keuangan perbankan.
Lebih jauh LPS berharap legislatif dapat segera merampungkan undang-undang yang memungkinkan LPS dapat melakukan tindakan pencegahan terhadap bank-bank yang mulai menunjukan sinyal yang kurang baik dalam pengelolaan keuangan.
Ke depannya LPS dapat membuka peluang membantu bank yang tutup sehingga LPS dapat bekerja maksimal baik dari sisi likuiditas maupun solvabilitas.
Status Bank Dalam Pengawasan Intensif (BDPI) atau Bank Dalam Pengawasan Khusus (BDPK) LPS maka LPS sudah mulai menghitung kemampuan bank itu, apakah lebih baik diselamatkan atau ditutup.
Mengantisipasi kerugian nasabah akibat bank dilikuidasi, LPS terus gencar melakukan sosialisasi pentingnya penjaminan LPS bagi nasabah perbankan.
LPS akan menjamin simpanan nasabah maksimal Rp 2 miliar per nasabah per bank, dengan syarat 3T yaitu simpanan tercatat di sistem pembukuan bank, tingkat suku bunga simpanan tidak melebihi suku bunga penjaminan dan nasabah tidak terlibat tindakan yang merugikan bank seperti kredit macet.
Baru-baru ini Purbaya Yudhi Sadewa memantau langsung proses pencairan klaim penjaminan bagi nasabah BPR Utomo Widodo di Ngawi, Jawa Timur.
Purbaya melihat antusiasme nasabah yang gembira karena uang simpanannya dapat kembali karena masuk dalam simpanan layak bayar LPS.
BRI sebagai bank perantara mempersilahkan bagi nasabah yang namanya masuk dalam daftar simpanan layak bayar LPS untuk datang membawa bukti identitas diri ke kantor cabang BRI untuk melakukan pencairan klaim penjaminan.
Purbaya menambahkan LPS masih akan melakukan proses verifikasi hingga 17 Desember 2021. Jadi bagi nasabah yang namanya belum tercantum sebagai simpanan layak bayar maka diimbau untuk terus memantau informasi di media massa dan situs resmi LPS.