BeritaPerbankan – Komisi XI DPR RI memberikan usulan kepada Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) untuk meningkatkan batas nilai simpanan yang dijamin untuk setiap nasabah di satu bank, di atas Rp2 miliar. Hal ini disampaikan anggota dewan dalam dapat kerja antara Komisi XI dengan Dewan Komisioner LPS, pada Rabu (20/11/2024) di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta.
Menanggapi usulan tersebut, Ketua Dewan Komisioner LPS, Purbaya Yudhi Sadewa, mengatakan bahwa LPS akan melakukan kajian usulan kenaikan batas simpanan yang dijamin sebelum mengambil langkah lebih lanjut. Purbaya menargetkan hasil kajian ini akan disampaikan pada kuartal I tahun 2025 dalam agenda rapat bersama Komisi XI DPR.
“Kami akan melakukan kajian, dan keputusan akan diambil berdasarkan hasil kajian tersebut. Kami sepakat untuk mempertimbangkannya,” ujar Purbaya.
Ketua Komisi XI, Mukhamad Misbakhun, dalam rapat tersebut, mengemukakan pentingnya mempertimbangkan kenaikan jumlah simpanan yang dijamin dalam program penjaminan simpanan LPS. Anggota Fraksi Partai Golkar ini menjelaskan bahwa salah satu rujukan yang dapat menjadi dasar pertimbangan kenaikan ini adalah Undang-Undang No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), di mana penghasilan di atas Rp5 miliar dikenakan tarif pajak sebesar 35%.
“Dengan semakin bertambahnya jumlah orang kaya, ini bisa menjadi salah satu dasar pertimbangan LPS,” ungkapnya.
Selain itu, Misbakhun juga menyebutkan faktor underground economy atau ekonomi bawah tanah sebagai salah satu variabel yang harus diperhitungkan dalam menentukan besaran simpanan yang dijamin. Ia menilai bahwa integrasi dan ketahanan sistem keuangan nasional memerlukan penyesuaian terhadap kondisi ekonomi riil yang belum sepenuhnya terpantau dalam statistik resmi.
Merespons hal ini, Purbaya mengakui bahwa sebelumnya LPS pernah mendapat masukan serupa dari ekonom Amerika Serikat, Joseph Stiglitz, mengenai perlunya evaluasi terhadap batas nilai simpanan yang dijamin. Namun, Purbaya menyoroti bahwa pandangan terkait underground economy merupakan pendekatan baru yang belum pernah dibahas secara mendalam.
“Pandangan soal underground economy ini adalah perspektif yang baru. Saya akan meminta tim riset kami untuk mengkaji lebih jauh mengenai hal ini,” jelas Purbaya.
Sejak diberlakukannya peraturan pada 13 Oktober 2008, LPS menetapkan nilai simpanan yang dijamin sebesar Rp2 miliar per nasabah per bank. Dalam menghitung jumlah simpanan yang dijamin, saldo dari seluruh rekening nasabah di satu bank akan dijumlahkan. Kebijakan ini berlaku baik untuk bank konvensional, di mana simpanan yang dijamin mencakup pokok dan bunga, maupun untuk bank syariah, yang mencakup pokok dan bagi hasil yang menjadi hak nasabah.
Langkah untuk mengkaji ulang batas simpanan yang dijamin oleh LPS dianggap penting untuk menyesuaikan dengan perubahan kondisi ekonomi dan peningkatan jumlah kekayaan individu di Indonesia. Dalam beberapa tahun terakhir, peningkatan jumlah individu dengan kekayaan tinggi menunjukkan bahwa batas simpanan yang dijamin perlu disesuaikan agar mencerminkan realitas ekonomi yang baru.
Purbaya menegaskan bahwa kajian yang dilakukan oleh LPS akan mempertimbangkan berbagai aspek, mulai dari kondisi makroekonomi hingga faktor-faktor mikro yang berkaitan dengan perilaku nasabah dan dinamika sistem keuangan nasional. Selain itu, masukan dari para pakar ekonomi internasional seperti Joseph Stiglitz, serta pandangan dari anggota parlemen, akan memperkaya analisis yang dilakukan oleh tim riset LPS.