BeritaPerbankan – Dua tahun sudah pandemi covid-19 meremukan sendi-sendi perekonomian dunia, tak terkecuali Negeri Paman Sam, Amerika Serikat.
Beruntung Amerika Serikat mampu keluar dari jurang krisis ekonomi akibat pandemi covid-19. Pada Juni 2021 AS sempat mengalami inflasi tertinggi selama 13 tahun yaitu sebesar 5,4%.
Kini AS sudah bisa bernafas lega terlepas dari krisis keuangan. Sinyal pertumbuhan ekonomi AS yang terus mengalami tren positif direspon oleh Bank Sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve (The Fed).
Para pejabat The Fed sepakat akan mengurangi pembelian obligasi negara dan aset lainnya atau dalam dunia keuangan disebut tapering off.
Rencana tapering off The Fed menjadi perhatian dunia lantaran setiap kebijakan yang dibuat oleh The Fed bukan hanya berpengaruh pada sistem keuangan nasional AS namun juga keuangan global.
The Fed sepakat memangkas pembelian obligasi awal tahun 2022. Namun sejumlah pengamat memprediksi tapering off akan dilakukan menjelang akhir tahun 2021.
Kebijakan penarikan stimulus moneter AS, menurut Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo tidak akan seburuk tapering off The Fed tahun 2013 lalu atau yang biasa disebut taper tantrum.
Bank Indonesia sudah mengantisipasi aksi tapering off The Fed sejak bulan Februari 2021 dengan kebijakan triple intervention di pasar spot, pasar Domestik Non-Deliverable Forward (DNDF) atau pasar berjangka valas, serta pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder.
Sebagai informasi istilah tapering off muncul pada 22 Mei 2013 di Amerika Serikat. Tapering off dikenal di dunia keuangan sebagai kebijakan The Fed mengurangi stimulus moneter sebagai respon terhadap kondisi ekonomi nasional yang membaik.
Istilah tapering off pertama kali disebut oleh Ketua Federal Reserve Ben Bernanke yang bersaksi di depan kongres bahwa The Fed mengurangi, atau mengurangi, ukuran program pembelian obligasi yang dikenal sebagai pelonggaran kuantitatif (Quantitative Easing/QE).
Pada tahun 2007 hingga 2008 Amerika Serikat sempat mengalami krisis keuangan. Untuk menjaga stablitas keuangan nasional, The Fed membeli berbagai aset jangka panjang agar perbankan dapat menurunkan suku bunga.
The Fed mendorong perbankan kala itu terus menggenjot penyaluran kredit kepada nasabah, agar perekonomian terus berjalan.
Pada tahun 2013 kebijakan ekonomi dan keuangan membuahkan hasil. Rangsangan ekonomi The Fed berhasil menurunkan laju inflasi, angka pengangguran berkurang dan kondisi ekonomi masyarakat secara umum membaik.
Hingga akhirnya pada tahun 2013 The Fed sepakat mengurangi pembelian obligasi dan aset-aset lainnya. Tapering off The Fed berakhir pada 29-30 Oktober 2014 setelah The Fed yakin stabilitas keuangan sudah benar-benar normal.
Dampak Kebijakan Tapering off The Fed
Ekonom sekaligus Direktur Eksekutif CORE Indonesia, Mohammad Faisal memprediksi kemungkinan tapering off bakal dipercepat pada akhir tahun 2021.
Faisal mengatakan seperti pada tapering off tahun 2013, dampak pengetatan kebijakan moneter AS akan berlangsung secara bertahap. Rupiah tidak akan terlalu tertekan secara drastis di awal pemberlakuan kebijakan bank sentral.
Dampak negatif tapering off The Fed juga sudah diantisipasi oleh BI dengan mengeluarkan cadangan devisa negara hingga USD 137,3 miliar pada Juli 2021.
Skenario penetapan suku bunga acuan di level 3,5% akan digunakan BI jika rupiah benar-benar tertekan akibat tapering off The Fed.
Optimisme menghadapi tapering off The Fed juga disuarakan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Purbaya Yudhi Sadewa.
Purbaya mengatakan tapering off seharusnya dapat memberikan dampak positif bagi perekonomian global termasuk Indonesia.
“Harusnya tapering akan menciptakan dampak positif bagi ekonomi global maupun perekonomian Indonesia. Jadi kalau ekonomi global itu sudah sadar yang di luar maupun di pasar harusnya tapering tidak memberikan dampak negatif pada akhirnya pada perekonomian Indonesia,” kata Purbaya dalam Konferensi Pers Virtual Penetapan Tingkat Bunga Penjaminan LPS, Rabu (29/9/2021).
LPS akan terus fokus mengawal kebijakan pengurangan suntikan stimulus ekonomi oleh The Fed yang dapat mempengaruhi volatilitas keuangan global. Namun Purbaya meyakini untuk saat ini dampak negatif tapering off belum signifikan.
Direktur PT Ekuator Swarna Investama, Hans Kwee mengatakan situasi tapering off The Fed tahun 2021 sangat berbeda dengan kondisi tahun 2013.
Menurut Hans pasar modal dinilai sudah lebih siap menghadapi kebijakan pengurangan stimulasi moneter AS, karena Ketua The Fed Jerome Powell sudah dari jauh-jauh hari membahas kebijakan tapering off.
Hans menerangkan pada tahun 2013 dampak negatif cukup terasa di pasar keuangan Indonesia setelah The Fed mengumumkan tapering off. Dana asing membanjiri pasar keuangan Indonesia setelah krisis tahun 2008.
Indonesia mengalami defisit lebih dari 3%. Rupiah merosot tajam dari Rp 9.790 per USD di akhir Mei 2021 menjadi Rp 14.730 per USD di akhir September 2015.
Namun kali ini otoritas keuangan negara di seluruh dunia dinilai sudah mempersiapkan jurus jitu masing-masing untuk menjaga stabilitas keuangan nasional dan global.