BeritaPerbankan – Ketidakpastian ekonomi global yang dipicu oleh persoalan geopolitik, laju inflasi yang terus meningkat dan krisis energi di sejumlah negara menjadi tantangan dalam menjaga stabilitas sistem keuangan nasional.
Meski demikian kondisi sistem keuangan tanah air masih relatif aman. Hal itu disampaikan oleh Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Purbaya Yudhi Sadewa.
Purbaya mengatakan LPS sebagai salah satu pemangku kebijakan di sektor industri keuangan menyadari pentingnya menjaga stabilitas sistem keuangan, sebab industri keuangan menjadi tulang punggung perekonomian nasional.
Pemerintah dan regulator terus berupaya mengantisipasi tantangan dan dinamika dengan membentuk Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dan Protokol Manajemen Krisis (PMK).
LPS yang merupakan anggota KSSK terus mengembangkan fungsi lembaga, tidak hanya menjamin dana nasabah perbankan, LPS akan meningkatkan fungsi risk minimizer dalam sistem keuangan yang sejalan dengan amanat Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020.
LPS bersama OJK melakukan berbagai persiapan untuk mengatasi permasalahan solvabilitas bank. LPS juga diberikan mandat untuk mengambil keputusan menyelamatkan atau tidak menyelamatkan bank selain bank sistemik yang dinyatakan bank gagal oleh otoritas pengawas.
Keputusan melakukan atau tidak melakukan penyelamatan akan mempertimbangkan kondisi perekonomian, kompleksitas permasalahan bank, investor hingga waktu penanganan.
Penyelamatan bank dilakukan LPS untuk menjaga stabilitas sistem keuangan. Bank yang diselamatkan bukan hanya mempertimbangkan biaya yang paling rendah, namun lebih jauh harus memiliki dampak positif terhadap keuangan dan ekonomi dalam negeri.
“Jadi LPS sudah lebih leluasa untuk memastikan bahwa tindakannya akan dapat menjaga stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan, kalau ekonomi sedang goncang jangan sampai ada bank yang tutup karena bisa menimbulkan efek beruntun ke bank-bank yang lain,” ujar Purbaya dalam webinar Kiprah LPS dalam Stabilisasi dan Penguatan Sektor Keuangan yang digelar Kamis (6/10).
Tantangan Industri Perbankan
LPS menyoroti sejumlah tantangan yang akan dihadapi industri perbankan ke depan.
Pertama, ketidakpastian global yang dipicu oleh pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat dan Tiongkok yang cenderung melambat, laju inflasi secara global terus meningkat yang memicu kenaikan suku bunga acuan bank sentral.
Kedua, literasi keuangan masyarakat Indonesia masih tergolong rendah. Berdasarkan survei OJK pada tahun 2019, indeks inklusi keuangan berada di level 76,19 persen sedangkan indeks literasi keuangan tertinggal jauh di level 38,03 persen.
Ketiga, digitalisasi di sektor keuangan perbankan di satu sisi memiliki banyak manfaat dalam akselerasi bisnis perbankan dan efektivitas bagi nasabah. Namun digitalisasi berpotensi menimbulkan kejahatan siber jika infrastruktur digital tidak dioptimalkan dengan baik.
“Kita mengetahui bahwa kian hari risiko cyber security akan meningkat, apalagi masyarakat tidak memiliki literasi tinggi secara digital kasus-kasus seperti scamming, phishing, ransomware dan kejahatan-kejahatan keuangan lain melalui cyber,” kata Purbaya
Keempat, ketergantungan pembangunan nasional terhadap modal asing disebabkan oleh masih rendahnya minat masyarakat berinvestasi di pasar keuangan.