BeritaPerbankan – Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) melaporkan kinerja perbankan setelah tiga tahun pandemi terus meningkat. Ketahanan industri perbankan relatif kuat disokong dengan likuiditas perbankan yang semakin longgar.
Hal itu diungkapkan oleh Direktur Eksekutif Surveilans, Pemeriksaan dan Statistik Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Priyanto B Nugroho.
Priyanto mengatakan pengelolaan kredit yang hati-hati (prudent) membantu industri perbankan meningkatkan kinerjanya di tengah kondisi pandemi covid-19 sehingga mampu meminimalisir kredit macet.
“Ketahanan perbankan sejauh ini masih cukup kuat dan didukung oleh likuiditas yang longgar. Fungsi intermediasi juga semakin baik,” kata dia dalam acara Bincang Digitalisasi di Palembang, Sumatera Selatan.
Dari sisi permodalan dan rentabilitas, LPS mencatat industri perbankan mampu mempertahankan kinerja yang baik. Perbankan mampu mengumpulkan Dana Pihak Ketiga (DPK) sebanyak Rp 7.486 triliun atau naik 10,1 persen.
Pertumbuhan kredit tercatat naik Rp 9,3 persen menjadi Rp 5.002 triliun danjumlah aset perbankan pada April 2022 menyentuh angka Rp 10,1 triliun atau tumbuh 9,9 persen secara tahunan (YoY).
Kontribusi terhadap kinerja positif industri perbankan juga terlihat pada NPL yang kini berada di level 2,97 persen pada April 2022 dibandingkan pada periode yang sama tahun lalu sebesar 3,18 persen.
Sementara itu LDR pada April secara tahunan turun menjadi 80,64 persen pada tahun 2022 dari 81,54 persen pada tahun 2021.
Market share perbankan digital mengalami pertumbuhan pesat mendominasi nasabah ritel saat pandemi. LPS mencatat ada 4 bank digital yang mendominasi pangsa pasar yaitu Bank Jago, Seabank, BNC, Blu BCA dan Aladdin.
Jumlah unduhan aplikasi bank digital tersebut terus meningkat sejalan dengan naiknya jumlah rekening bank digital sebanyak 4,02 persen pada April 2022.
Keempat bank tersebut mencatatkan pertumbuhan yang tinggi saat pandemi, meskipun jika dilihat berdasarkan jumlah total simpanan perbankan hanya berkisar 0,43 persen.
Hal itu dapat dipahami karena pengguna bank digital mayoritas adalah nasabah perorangan dengan saldo simpanan yang relatif kecil.
Peta persaingan bank digital semakin ketat dengan banyaknya bank digital baru bermunculan khususnya selama pandemi berlangsung pada tahun 2020 hingga 2022. Untuk meningkatkan pengumpulan Dana Pihak Ketiga (DPK) bank digital seringkali memberikan bunga simpanan yang tinggi.
“Empat bank digital ini memiliki komposisi DPK yang dominan di atas LPS Rate,” kata dia.
Keempat bank itu memberikan suku bunga di atas LPS Rate. Bank Neo dan Sea Bank memberikan bunga 200 bps lebih tinggi dari tingkat bunga penjaminan (TBP) LPS.
LPS mencatat suku bunga simpanan Bank digital rata-rata berada pada kisaran 5 hingga 8 persen. Meskipun memberikan bunga yang tinggi, namun LPS memastikan keempat bank digital di atastelah menginformasikan program penjaminan LPS kepada nasabah sebelum pembukaan rekening.
“Sejauh ini kami memantau keempat bank digital ini menyampaikan secara transparan mengenai program penjaminan LPS dalam aplikasi digitalnya,” kata dia.
LPS tidak memiliki kewenangan untuk membatasi besaran suku bunga simpanan perbankan. LPS Rate yang ditetapkan menjadi syarat wajib jika nasabah ingin saldo rekening tabungan nya dijamin LPS, mengantisipasi bank gagal atau dilikuidasi oleh otoritas pengawas.
Bank boleh saja menawarkan suku bunga di atas TBP asalkan sebelumnya telah menginformasikan kepada nasabah tentang program penjaminan LPS dan risiko simpanan tidak dijamin LPS saat bank dilikuidasi.
Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan akan memanggil bank yang kedapatan memberikan bunga tinggi melebihi LPS Rate namun tanpa sosialisasi program penjaminan LPS dan risiko simpanan tidak layak bayar kepada nasabah.
Apabila masih ada bank yang bandel memberikan bunga tinggi tanpa pemberitahuan risiko simpanan, maka LPS akan mengambil langkah tegas dengan mengumumkan daftar bank yang tidak dijamin LPS sehingga masyarakat dapat waspada terhadap risiko di kemudian hari.