BeritaPerbankan – Merespon kebijakan Bank Indonesia menaikan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 3,75 persen, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mencatat belum ada kenaikan suku bunga simpanan pasca pengumuman oleh Gubernur Bank Indonesia dalam Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG BI ) pada 22-23 Agustus 2022.
Namun sejak bulan lalu memang sudah ada indikasi menuju ke arah sana dengan penurunan suku bunga deposito yang cenderung melambat.
Potensi Kenaikan suku bunga simpanan diprediksi akan terjadi secara bertahap dan tidak terlalu agresif karena kondisi likuiditas perbankan relatif longgar sehingga perbankan masih memiliki modal yang cukup untuk menyalurkan kredit.
“Suku bunga simpanan diperkirakan akan mulai meningkat secara bertahap, dipengaruhi peningkatan ekspektasi inflasi dan dampak dari perubahan strategi pengelolaan likuiditas bank mengantisipasi kenaikan kredit dan perubahan giro wajib minimum (GWM) yang ditempuh bank sentral,” kata LPS dalam risetnya dikutip Senin (29/8).
Kenaikan BI Rate tidak otomatis langsung direspon perbankan dengan menaikan suku bunga simpanan. Perbankan memerlukan waktu untuk beradaptasi menyesuaikan kondisi likuiditas mereka dengan kebijakan yang diambil bank sentral.
Ekonom BCA David E. Sumual mengatakan setidaknya perbankan memerlukan waktu sebulan setelah pengumuman kenaikan BI Rate untuk menentukan kebijakan yang diambil perbankan antara menaikkan suku bunga simpanan atau tetap mempertahankan besaran bunga yang sudah ada.
Hal itu akan dipengaruhi oleh kondisi likuiditas masing-masing bank. Kebijakan kenaikan suku bunga acuan tidak selalu diikuti oleh kenaikan suku bunga simpanan secara agresif. Jika likuiditas bank relatif longgar, maka perusahaan tidak perlu menaikan suku bunga deposito.
Di sisi lain LPS melihat perbankan masih memiliki modal yang cukup untuk menyalurkan kredit dan diprediksi masih akan terus tumbuh hingga akhir tahun 2022.
Hal itu didorong oleh kondisi ekonomi masyarakat yang terus menunjukan tren positif dengan meningkatnya konsumsi masyarakat dan kinerja sektoral.
Namun demikian LPS mendorong perbankan tetap selektif dalam menyalurkan kredit dengan tetap mengacu pada kondisi portofolio dan prospek calon debitur.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan kebijakan kenaikan Giro Wajib Minimum (GWM) rupiah tidak akan mengganggu kondisi likuiditas dan intermediasi perbankan.
BI mencatat rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) masih relatif tinggi pada Juli 2022 yang mencapai 26,92 persen.
“Kondisi likuiditas perbankan tetap longgar. Sehingga ini tetap mendukung kemampuan perbankan dalam penyaluran kredit,” ujar Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo di Jakarta, Selasa, 23 Agustus 2022.
Seperti diketahui minggu lalu Bank Indonesia resmi menaikkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps menjadi 3,75%, suku bunga Deposit Facility sebesar 25 bps menjadi 3,00%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 25 bps menjadi 4,50%.
Kebijakan tersebut diambil untuk mengantisipasi dampak negatif laju inflasi dan potensi kenaikan inflasi yang lebih tinggi di tengah tren kenaikan harga barang dan wacana kenaikan harga BBM.
Langkah pre-emptive dan forward looking perlu diambil oleh bank sentral untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah di tengah kondisi ketidakpastian global sehingga tidak mengganggu kinerja pemerintah bersama KSSK dalam memulihkan perekonomian nasional akibat pandemi covid-19.
Sejumlah bank sentral dunia sebelumnya sudah menaikkan suku bunga acuan bank sentral untuk meredam pergerakan inflasi yang menunjukan tren kenaikan. Sebut saja Bank Sentral Amerika Serikat The Fed yang menaikkan rate sebanyak 225 bps dalam empat pertemuan terakhir. Disusul Bank Sentral Inggris (BOE), Bank Sentral Eropa (ECB) dan Bank Sentral Kanada (BOC) yang sudah mengambil langkah serupa sejak bulan lalu.