BeritaPerbankan – Hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2022 menunjukan adanya peningkatan indeks inklusi keuangan dan literasi keuangan nasional tahun 2022. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengumumkan indeks literasi keuangan nasional kini berada di level 49,68 persen dan inklusi keuangan 85,10 persen.
Hasil tersebut cukup baik dibandingkan SNLIK 2019 dimana indeks literasi dan inklusi keuangan nasional berada di level 38,03 persen dan 76,19 persen. Anggota Dewan Komisioner OJK Bidang Edukasi Perlindungan Konsumen Friderica Widyasari Dewi dalam acara Bulan Inklusi Keuangan (BIK) 2022 mengatakan tujuan dilakukannya SNLIK adalah untuk memetakan indeks literasi dan inklusi keuangan termasuk literasi keuangan digital.
Friderica berharap dengan dirilisnya hasil SNLIK 2022 dapat menjadi referensi bagi stakeholders dalam membuat kebijakan, strategi bisnis, dan mendesain produk keuangan sesuai dengan kebutuhan masyarakat serta tetap memprioritaskan keamanan dan perlindungan konsumen.
Literasi dan inklusi keuangan nasional juga menjadi perhatian Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Di lapangan LPS masih menemukan ada sebagian masyarakat yang belum memahami apa itu inklusi keuangan dan literasi keuangan terutama terkait dengan produk perbankan dan jasa keuangan yang aman.
Indeks inklusi keuangan yang terbilang tinggi yaitu 85,10 persen di tahun 2022 masih belum diimbagi dengan capaian indeks literasi keuangan nasional, meskipun tercatat mengalami kenaikan menjadi 49,68 persen dari 38,03 persen.
Itu artinya dari 85 persen masyarakat pengguna produk dan jasa layanan keuangan hanya 49 persen yang benar-benar memahami produk keuangan yang mereka gunakan, termasuk risiko yang dapat ditimbulkan dari produk dan layanan keuangan tersebut.
Oleh sebab itu LPS berkomitmen untuk meningkatkan inklusi dan literasi keuangan di masyarakat dengan kolaborasi bersama OJK dan Bank Indonesia, salah satunya dengan partisipasi LPS di gelaran FinExpo 2022 yang merupakan salah satu rangkaian event di Bulan Inklusi Keuangan (BIK) 2022 yang digelar OJK akhir Oktober lalu.
“Bahwasanya, masih ada masyarakat Indonesia yang belum memahami mengenai inklusi dan literasi keuangan, khususnya terkait produk perbankan atau jasa keuangan yang aman dan menguntungkan seperti penawaran bonus, cashback, reward, dan lainnya serta berbagai penawaran lain terkait produk atau layanan jasa keuangan lainnya,” kata Plt Direktur Eksekutif Sumber Daya Manusia dan Administrasi LPS Rudi Rahman
Rudi mengatakan upaya peningkatan indeks inklusi dan literasi keuangan nasional merupakan salah satu cara untuk menjaga stabilitas sistem keuangan perbankan di Indonesia.
Disinformasi terjadi karena sosialisasi belum merata ke seluruh penjuru negeri. Produk perbankan dan layanan jasa keuangan juga belum sepenuhnya mampu menjangkau daerah-daerah pelosok.
Rendahnya tingkat literasi keuangan juga akan berdampak pada potensi terjadinya penipuan di sektor perbankan dan keuangan. Dengan memahami literasi dan inklusi keuangan maka masyarakat dapat mendeteksi lebih dini jika ada hal yang menjurus ke arah tindak penipuan.
LPS mendukung penuh segala upaya yang dilakukan untuk meningkatkan literasi keuangan dan inklusi keuangan mulai dari kegiatan sosialisasi, program edukasi masyarakat hingga mengajar di SMA dan Universitas untuk menjangkau target sosialisasi yang lebih luas.