Berita Perbankan – Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) untuk melaksanakan program penjaminan polis (PPP) terus melakukan berbagai persiapan jelang realisasi program ini, yang direncanakan mulai beroperasi pada 12 Januari 2028 atau lima tahun setelah UU P2SK disahkan.
Dalam perumusan aturan program penjaminan polis, LPS turut menggandeng asosiasi asuransi untuk mendapatkan berbagai pandangan yang akan melengkapi aturan pelaksanaan penjaminan polis sehingga mampu berjalan efektif dan sesuai dengan kebutuhan industri asuransi tanah air. Langkah strategis ini menandai era baru dalam industri keuangan, di mana LPS dan asosiasi asuransi bekerjasama untuk mengatasi tantangan dan mengoptimalkan manfaat perlindungan asuransi.
“Jadi tim yang ada di LPS menggandeng asosiasi asuransi untuk mewakili industri, menggandeng pengawas dalam hal ini OJK, menggandeng KSSK dalam hal ini adalah Kemenkeu. Kami tidak lepas dari situ,” kata Dimas Yuliharto, Sekretaris LPS dalam Media Workshop, di Bandung, Jawa Barat, Kamis.
Dengan melibatkan berbagai asosiasi asuransi, LPS bertujuan untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap program penjaminan polis. Hal ini diharapkan dapat menciptakan stabilitas dan keamanan yang lebih baik dalam sektor asuransi. Program penjaminan polis tidak hanya bertujuan untuk melindungi nasabah asuransi pemegang polis, namun juga berkontribusi terhadap kemajuan industri asuransi di Indonesia. LPS berharap melalui penjaminan polis, masyarakat menjadi lebih percaya diri untuk memiliki asuransi karena ada LPS yang menjamin polis nasabah.
Dengan adanya program penjaminan polis, LPS akan mengganti polis nasabah asuransi sesuai dengan batas nilai penjaminan yang ditetapkan saat perusahaan asuransi ditutup izin usahanya oleh otoritas pengawas.
Dimas mengungkapkan belum lama ini LPS telah menunjuk Jarot Marhaendro sebagai Direktur Eksekutif Surveilans, Data dan Pemeriksaan Asuransi yang akan bertugas menangani program penjaminan polis.
LPS menyatakan saat ini masih terus berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam rangka perumusan rancangan peraturan pelaksanaan program penjaminan polis yang diproyeksikan rampung pada tahun 2028 mendatang.
“Karena penjaminan polis itu unik. Perbankan ada di penjaminan LPS. Nah kalau polis programnya itu di peraturan pelaksanaannya, nah peraturan pelaksanaannya belum ada detailnya seperti preminya dalam bentuk apa, kemudian berapa coverage yang dijamin dan polis jenis apa yang dijamin,” kata Dimas.
Selain itu, Dimas menambahkan, saat ini LPS juga sedang fokus mempersiapkan sumber daya manusia (SDM) yang akan bertugas menjalankan program penjaminan polis. Menurut Dimas, sektor perbankan dan asuransi memiliki perbedaan yang signifikan. Oleh karena itu, penting bagi LPS untuk mempersiapkan SDM yang kompeten melalui pelatihan guna meningkatkan pemahaman tentang penjaminan polis asuransi.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa skema penjaminan polis asuransi telah sukses diterapkan di berbagai negara maju. Oleh karena itu, Program Penjaminan Polis dianggap sebagai langkah penting yang perlu diterapkan di Indonesia pada saat ini. LPS juga telah mengirimkan perwakilannya untuk belajar di negara-negara yang sudah berpengalaman menjalankan penjaminan polis seperti Kanada, Korea Selatan hingga Jepang.
“Sudah umum (penjaminan polis), di Kanada ada, Korea ada, walaupun kalau di negara-negara itu ada yang dijadikan satu, ada yang dipisahin. Kalau di Jepang dipisahin, Kanada jadi satu, Amerika dibedain. Jadi sudah umum, cuma praktiknya dipisahin,” kata Dimas.