BeritaPerbankan – Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menegaskan bahwa kondisi perbankan nasional berada di level yang aman. Termasuk industri perbankan Bank Perekonomian Rakyat (BPR) dan BPR Syariah (BPRS).
Adapun sebelas BPR/BPRS yang dilikuidasi sejak Januari hingga April 2024 tidak berdampak signifikan terhadap keberlangsungan bisnis perbankan di Indonesia.
Hal ini disampaikan oleh Anggota Dewan Komisioner Bidang Program Penjaminan Simpanan dan Resolusi Bank LPS, Didik Madiyono, saat menghadiri Temu Media di Solo, Minggu (12/5/2024).
Didik mengungkapkan bahwa BPR dan BPRS tercatat mengalami tren pertumbuhan positif, sehingga tidak ada alasan bagi masyarakat untuk takut menabung di BPR/BPRS. LPS memproyeksikan tren pertumbuhan ini akan terus berlanjut hingga akhir tahun 2024.
Berdasarkan data yang dirilis oleh LPS, hingga Mei 2024 terdapat 1.562 BPR/BPRS yang beroperasi. Sementara itu, jumlah BPR/BPRS yang ditutup sejak tahun 2005 hingga 2024 hanya 133 bank. Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak BPR/BPRS sehat yang bisa menjadi pilihan bagi masyarakat untuk menyimpan uang.
“Secara nasional ada 1.562 BPR/BPRS. Dan sejak LPS beroperasi 2005, hanya 133 BPR yang dicabut izin usahanya oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan harus kami tangani simpanannya,” ungkapnya.
Pada bulan Januari 2024, total aset dari 1.562 BPR/BPRS mencapai Rp217,679 miliar, mengalami pertumbuhan sebesar 8,20% dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2023 yang mencapai Rp201,175 miliar. Di sisi lain, total Dana Pihak Ketiga (DPK) BPR/BPRS pada bulan Januari tahun ini meningkat sebesar 9,39% dari Rp140,202 miliar (Januari 2023) menjadi Rp153.366 miliar pada bulan Januari 2024.
Didik menambahkan total kredit yang disalurkan oleh BPR/BPRS di seluruh Indonesia juga mengalami pertumbuhan sebesar 10,12%, melebihi pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK).
“Angka ini sangat menggembirakan. Rasio pinjaman terhadap depositonya baik. Mengapa perlu khawatir ketika lembaga tempat menyimpan uang ini berhasil mengalirkan dana kembali kepada masyarakat dengan baik, memacu pertumbuhan ekonomi masyarakat,” ujar Didik.
Kinerja positif yang ditunjukkan oleh industri perbankan BPR/BPRS dapat menjadi pertimbangan bagi masyarakat untuk tidak cemas menyimpan uang di BPR. Terlebih LPS hadir menjamin simpanan nasabah di seluruh bank yang beroperasi di wilayah Indonesia, termasuk BPR/BPRS. Nilai penjaminan yang diberikan oleh LPS mencapai Rp2 miliar per nasabah per bank saat bank dinyatakan gagal bayar atau dicabut izin usahanya oleh OJK.
LPS mengingatkan masyarakat untuk memperhatikan tiga kriteria agar simpanan mereka dapat dibayar oleh LPS saat bank mengalami kegagalan. Ketiga kriteria tersebut adalah: tercatat dalam catatan bank, tingkat bunga simpanan tidak melebihi tingkat bunga penjaminan LPS, dan tidak terlibat dalam tindak pidana perbankan.
Sofyan Baehaqie, Direktur Grup Penanganan Klaim LPS mengungkapkan bahwa sejak didirikan tahun 2005, LPS telah membayarkan klaim simpanan nasabah bank yang dilikuidasi sebesar Rp2,07 triliun dari total simpanan layak bayar senilai Rp2,35 triliun untuk 353.121 rekening.
Pada tahun 2024, lanjut Sofyan, mencatatkan pencapaian yang luar biasa yaitu percepatan realisasi pembayaran klaim penjaminan simpanan dalam waktu yang lebih singkat, yaitu hanya dalam lima hari kerja sejak bank dicabut izin usahanya.
Sofyan menambahkan, di tahun 2023 rata-rata waktu penyelesaian klaim penjaminan adalah sembilan hari kerja, sedangkan pada tahun 2022 dan 2021 membutuhkan waktu 12 hari kerja.
Percepatan proses pembayaran klaim simpanan nasabah merupakan upaya LPS dalam menjaga kepercayaan nasabah perbankan sehingga masyarakat merasa lebih tenang merespon penutupan bank tempat mereka menabung, meskipun dalam UU LPS proses rekonsiliasi dan verifikasi data simpanan nasabah dikerjakan paling lambat 90 hari kerja terhitung sejak bank dinyatakan bangkrut.
Sofyan juga memastikan bahwa LPS memiliki kemampuan untuk membayar klaim simpanan nasabah perbankan. Total nilai aset LPS hingga akhir triwulan I Tahun 2024 tercatat mencapai Rp225 triliun dan diprediksi masih akan terus mengalami tren pertumbuhan sebesar 15 persen dari total aset tahun sebelumnya.