BeritaPerbankan – Menurut laporan terbaru dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menunjukkan bahwa perbankan di Indonesia mulai beralih mencari opsi pendanaan di luar dana pihak ketiga (Non-DPK) untuk menjaga kebutuhan likuiditas perbankan. Tren ini mulai terlihat sejak Juli 2023 dan terus berlanjut hingga Januari 2024.
Dalam Indikator Pasar Keuangan Februari 2024 yang dirilis oleh LPS, disebutkan bahwa perbankan banyak memanfaatkan sumber pendanaan non-DPK untuk mengatasi kesenjangan pendanaan di tengah pertumbuhan dana pihak ketiga yang cenderung moderat.
Dilansir dari CNBCIndonesia, peningkatan sumber dana non-DPK mencapai 3,28% secara tahunan (year-on-year/yoy) hingga mencapai Rp 585,82 triliun per Januari 2024. Peningkatan ini terutama didorong oleh peningkatan kewajiban antar bank sebesar Rp 17,78 triliun dan pinjaman/pembiayaan diterima sebesar Rp 27,46 triliun.
Pada Januari 2024, pertumbuhan kredit tercatat sebesar 11,83% yoy, sementara DPK hanya tumbuh 5,80% yoy. Hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan likuiditas masih cukup tinggi, meskipun ada perbedaan yang signifikan antara pertumbuhan kredit dan DPK.
LPS juga mencatat bahwa likuiditas perbankan masih dalam kondisi aman. Hal ini terlihat dari rasio likuiditas terhadap non-core deposit (AL/NCD) yang mencapai 123,42% dan rasio likuiditas terhadap DPK (AL/DPK) sebesar 27,79%. Rasio kedua ini menunjukkan bahwa perbankan masih memiliki likuiditas yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pendanaan mereka.
Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, dalam Rapat Dewan Gubernur Maret 2024, menyatakan bahwa likuiditas perbankan cukup untuk mendukung target pertumbuhan kredit tahun ini sebesar 10%-11% yoy.
Perry menekankan bahwa perbankan dapat merelokasi aset dari Surat Berharga Negara (SBN) untuk digunakan sebagai sumber dana dalam penyaluran kredit. Selain itu, optimalisasi sumber pendanaan lain seperti penerbitan surat utang jangka panjang dan right issue juga dapat dilakukan untuk memperkuat likuiditas.
“Perbankan juga akan mengoptimalkan sumber pendanaan lain seperti penerbitan surat utang jangka panjang dan rights issue,” jelas Perry.
Perry juga mengungkapkan bahwa ketahanan likuiditas perbankan diperkuat oleh kemampuan bayar korporasi dan rumah tangga yang masih baik. Hal ini terlihat dari kinerja korporasi yang stabil dan ekspektasi pendapatan rumah tangga yang relatif membaik. Kondisi ini memberikan sinyal positif terhadap kesehatan likuiditas perbankan dan kemampuan mereka untuk mendukung pertumbuhan ekonomi.
“Terlihat dari kinerja usaha korporasi dan ekspektasi pendapatan rumah tangga yang terus membaik,” sebut Perry.
Dalam konteks yang lebih luas, langkah perbankan untuk meningkatkan pendanaan non-DPK ini dapat dipahami sebagai strategi untuk menjaga stabilitas likuiditas dan mengurangi risiko likuiditas di tengah pertumbuhan ekonomi yang masih menantang. Dengan memanfaatkan sumber pendanaan alternatif, perbankan dapat lebih fleksibel dalam menghadapi fluktuasi likuiditas yang mungkin terjadi.
Peningkatan pembiayaan non-DPK juga memberikan gambaran tentang bagaimana perbankan merespons dinamika pasar dan kondisi ekonomi yang berubah. Dengan memanfaatkan berbagai sumber dana, perbankan dapat lebih adaptif dalam mengelola likuiditas dan memastikan ketersediaan dana yang cukup untuk mendukung ekspansi kredit.