BeritaPerbankan – Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) melakukan digitalisasi proses likuidasi bank melalui aplikasi BLISS yang terhubung dengan Integrated Core System milik LPS. Melalui pengembangan teknologi ini, tim likuidasi LPS dapat bekerja lebih cepat, efektif dan efisien dalam menangani bank gagal.
LPS menargetkan percepatan proses likuidasi yang awalnya diselesaikan dalam waktu 25 bulan, dapat dipangkas menjadi 20 bulan. Hal ini dilakukan sebagai upaya meningkatkan pelayanan kepada nasabah terkait dengan kelancaran pembayaran simpanan nasabah yang terdampak akibat bank dicabut izin usahanya oleh otoritas pengawas. Selain itu, integrasi ini bertujuan untuk mempercepat pelaksanaan likuidasi, mengurangi kesalahan manual, dan meningkatkan transparansi.
“Saat ini, rata-rata jangka waktu pelaksanaan likuidasi masih 25 bulan. Kami menargetkan pelaksanaan likuidasi ke depan dapat diselesaikan dalam kurun waktu rata-rata 20 bulan,” ujar Anggota Dewan Komisioner Bidang Program Penjaminan Simpanan dan Resolusi Bank, Didik Madiyono.
Didik mengatakan bahwa percepatan proses likuidasi ini dilakukan sebagai bagian dari upaya efisiensi biaya. Dengan pengelolaan aset yang lebih baik dan cepat, diharapkan biaya yang dikeluarkan dalam proses likuidasi dapat diminimalkan. Didik menekankan pentingnya peran tim likuidasi dalam mengelola aset bank yang telah dicabut izin usahanya.
“Pengelolaan aset bukan hal yang mudah, terutama aset bank gagal yang sudah dicabut izin usahanya, baik itu bank konvensional maupun syariah, karena memiliki tantangan tersendiri,” tambahnya.
Tim likuidasi diharapkan mampu berinovasi dan kreatif dalam melaksanakan tugas mereka. Inovasi ini harus tetap memperhatikan aspek risiko dan prinsip tata kelola yang baik agar likuidasi dapat berjalan dengan efektif dan efisien. Dalam proses likuidasi, tim juga bertanggung jawab atas penyelesaian seluruh aset dan kewajiban bank. Tugas-tugas mereka meliputi pembubaran badan hukum bank, menyelesaikan hak-hak pegawai dalam rangka pemutusan hubungan kerja (PHK), dan pencairan aset bank.
Didik mengungkapkan, salah satu tantangan besar dalam proses likuidasi bank adalah memastikan kelancaran pembayaran klaim penjaminan atas simpanan nasabah. Tim likuidasi perlu memahami dengan baik fungsi dan tugas LPS untuk memastikan proses pembayaran klaim ini berjalan lancar.
“Tim likuidasi harus memastikan bahwa setiap langkah yang diambil sesuai dengan ketentuan dan regulasi yang berlaku, serta menjaga kepercayaan nasabah,” jelas Didik.
LPS mengklaim bahwa penggunaan aplikasi BLISS telah menunjukkan hasil yang positif dalam mempercepat proses likuidasi. Dengan otomasi berbagai proses administratif, waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas-tugas likuidasi dapat dipangkas secara signifikan. Ini memungkinkan LPS untuk lebih fokus pada aspek-aspek strategis dari likuidasi, seperti pengelolaan aset dan penyelesaian kewajiban kepada nasabah dan kreditur.
Selain itu, LPS juga terus melakukan evaluasi dan peningkatan kapasitas tim likuidasi melalui berbagai pelatihan. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa tim likuidasi memiliki kompetensi dan pengetahuan yang memadai dalam menghadapi tantangan yang kompleks dalam proses likuidasi bank.
“Pelatihan dan peningkatan kapasitas tim likuidasi sangat penting untuk memastikan bahwa mereka siap menghadapi berbagai situasi yang mungkin terjadi selama proses likuidasi,” kata Didik.
Likuidasi bank adalah langkah akhir dalam penanganan bank gagal yang dilakukan oleh LPS. Proses ini melibatkan penyelesaian seluruh kewajiban bank kepada nasabah dan kreditur lainnya. Dengan digitalisasi dan sistem terintegrasi, diharapkan proses ini dapat berjalan lebih cepat dan efisien, memberikan kepastian kepada semua pihak yang terlibat.