BeritaPerbankan – Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) memastikan dana nasabah di seluruh bank di Indonesia masuk dalam cakupan program penjaminan simpanan, sepanjang memenuhi syarat dan ketentuan yang berlaku. LPS juga berkomitmen untuk memberikan pelayanan terbaik kepada nasabah yang terdampak akibat bank dilikuidasi atau ditutup izin usahanya oleh otoritas pengawas.
Melalui berbagai inovasi, LPS berhasil mempercepat proses pembayaran klaim jaminan simpanan nasabah bank yang dilikuidasi. Kekinian, pencairan dana nasabah tahap pertama dapat dilakukan hanya dalam 5 hari kerja, terhitung sejak bank dicabut izin usahanya oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Dalam acara Temu Media LPS dengan wartawan se-Jawa Tengah dan DIY, Kepala Kantor Persiapan PRP dan Hubungan Lembaga LPS, Herman Saheruddin, mengatakan bahwa percepatan proses pembayaran klaim simpanan nasabah menjadi prioritas utama LPS. Dengan demikian, nasabah yang terdampak dapat segera mendapatkan hak-haknya lebih cepat.
“Tim LPS bergerak cepat untuk memastikan nasabah BPR yang dilikuidasi segera mendapatkan haknya. Rata-rata, pembayaran klaim dimulai hanya lima hari kerja setelah izin usaha bank dicabut,” ujar Herman.
Laporan dari LPS menunjukkan bahwa waktu pembayaran klaim semakin singkat dari tahun ke tahun. Sebagai perbandingan, pada tahun 2021, proses pembayaran klaim memakan waktu antara sembilan hingga 14 hari kerja. Namun, pada 2024, proses tersebut berhasil dipercepat menjadi hanya lima hari kerja.
LPS menegaskan bahwa seluruh proses pembayaran klaim penjaminan simpanan nasabah, tidak dipungut biaya apapun. Masyarakat atau nasabah diimbau untuk tidak mempercayai pihak-pihak yang mengatasnamakan tim likuidasi LPS, yang menawarkan bantuan untuk mempercepat proses pencairan dana nasabah dengan imbalan tertentu.
Ketua Dewan Komisioner LPS, Purbaya Yudhi Sadewa, dalam beberapa kesempatan, mengatakan bahwa simpanan nasabah di bank pasti dijamin oleh LPS sepanjang memenuhi syarat 3T, yaitu tercatat dalam pembukuan bank, tidak mendapatkan suku bunga simpanan melebihi tingkat bunga penjaminan (TBP) dan tidak terlibat dalam tindak pidana perbankan. LPS menjamin dana nasabah hingga Rp2 miliar per nasabah per bank saat bank dinyatakan bangkrut atau dicabut izin usahanya.
LPS Jamin Polis Asuransi Mulai tahun 2028
Herman, di hadapan rekan-rekan media, mengatakan bahwa LPS siap menjamin polis asuransi mulai Januari 2028, sesuai dengan amanat Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sistem Keuangan (UUP2SK). Program Penjaminan Polis (PPP) dirancang untuk melindungi pemegang polis, tertanggung, dan peserta dari perusahaan asuransi yang izin usahanya dicabut.
Menurut Herman, setiap perusahaan asuransi (PA) wajib menjadi peserta PPP dan memenuhi standar kesehatan tertentu yang akan diawasi melalui koordinasi antara LPS dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Namun, program ini hanya akan menjamin produk asuransi tertentu, sementara asuransi sosial dan asuransi wajib akan dikecualikan dari PPP.
Untuk PA yang tidak menjadi peserta PPP, mereka diharuskan membentuk dana jaminan sendiri. Sementara itu, aturan rinci mengenai produk asuransi yang termasuk dalam PPP dan yang dikecualikan akan diatur melalui Peraturan Pemerintah (PP). Adapun polis yang dijamin oleh LPS menurut UUP2SK adalah polis yang masih aktif dan belum berakhir masa berlakunya.
LPS juga akan mengatur mekanisme pengalihan portofolio polis atau pengembalian hak pemegang polis, serta menetapkan batas maksimal penjaminan polis melalui PP. Sebagai langkah persiapan, LPS telah melakukan berbagai perubahan struktural untuk mendukung tugas barunya. Salah satu perubahan penting adalah pembentukan bidang khusus di bawah Anggota Dewan Komisioner yang akan fokus pada Program Penjaminan Polis.
Pada tahun 2023, LPS telah merampungkan restrukturisasi organisasi, termasuk pembentukan Badan Supervisi LPS, identifikasi kebutuhan sumber daya manusia (SDM), dan perekrutan awal SDM untuk PPP. Langkah-langkah persiapan juga mencakup penyusunan tata kelola, proses bisnis, serta aturan-aturan terkait, termasuk Peraturan Pemerintah dan Peraturan Dewan Komisioner. Pada tahun 2024 ini, LPS menargetkan untuk menyelesaikan semua Peraturan Pelaksanaan terkait UUP2SK.
Ke depan, LPS juga telah menyusun rencana kerja untuk tahun 2025, yang mencakup penyesuaian blueprint IT, pemenuhan kebutuhan SDM untuk PPP, serta pengembangan kompetensi dan infrastruktur teknologi informasi (IT) untuk mendukung pelaksanaan program ini. Proses ini akan berlanjut hingga tahun 2027, dengan fokus pada pengembangan lebih lanjut infrastruktur IT dan peningkatan kompetensi SDM.